Orangtua Bukan Pemegang Hak Asuh Ambil Anak Tanpa Izin Bisa Dipidana

Bukan pemegang hak asuh meski orangtua kandung bisa dapat hukuman jika ambil anak tanpa izin

28 September 2024

Orangtua Bukan Pemegang Hak Asuh Ambil Anak Tanpa Izin Bisa Dipidana
Pexels/EKATERINA BOLOVTSOVA

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa orangtua kandung yang bukan pemegang hak asuh mengambil anak secara paksa tanpa izin dapat dipidana. Tindakan itu termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Adapun isi Pasal 30 ayat (1) KUHP berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Dengan adanya penegasan ini, orangtua kandung sekalipun yang tidak memegang hak asuh tidak bisa mengambil anaknya begitu saja tanpa izin. Pasalnya, bakal ada hukuman yang menanti mereka.

Berita selengkapnya tentang orangtua bukan pemegang hak asuh ambil anak tanpa izin bisa dipidana telah Popmama.com rangkumkan secara detail berikut ini.

1. Pasal 330 ayat (1) KUHP memuat perbuatan pengambilan anak secara paksa yang dianggap tindak pidana

1. Pasal 330 ayat (1) KUHP memuat perbuatan pengambilan anak secara paksa dianggap tindak pidana
Pexels/Kindel Media

Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, menjelaskan bahwa frasa 'barang siapa' dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP juga mencakup ayah atau ibu kandung anak. Hal itu karena frasa 'barang siapa' sebenarnya mengandung makna 'setiap orang'.

Dalam hal ini, aturan tersebut juga dapat dimaknai bahwa orangtua kandung yang tidak memegang hak asuh melakukan pengambilan paksa atau menguasai anak merupakan suatu tindak pidana.

Berangkat dari situ, maka Pasal 330 ayat (1) KUHP dapat dikenakan kepada orangtua dalam situasi tersebut.

"Jika pengambilan anak oleh orangtua kandung yang tidak memiliki hak asuh atas putusan pengadilan dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin dari orangtua pemegang hak asuh, terlebih dilakukan dengan disertai paksaan atau ancaman paksaan, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan melanggar Pasal 330 ayat (1) KUHP," katanya, Kamis (26/9/2024).

Editors' Pick

2. Penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP harus disertai bukti

2. Penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP harus disertai bukti
Freepik/rawpixel.com

Lanjutnya, Arief juga menjelaskan bahwa pada penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP, harus disertai dengan bukti di mana kehendak atau keinginan mengambil anak tanpa seizin orangtua pemegang hak asuh datang dari pelaku.

Hal ini pun berlaku jika pihak yang melakukannya adalah orangtua kandung anak sekalipun.

"Oleh karena itu, dalam menerapkan Pasal 330 ayat (1) KUHP harus terdapat bukti bahwa kehendak mengambil anak tanpa seizin orangtua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku yang sekalipun hal tersebut dilakukan oleh orangtua kandung anak," sambungnya.

3. Arief minta polri tak ragu tindak orangtua anak

3. Arief minta polri tak ragu tindak orangtua anak
Freepik/wirestock
Ilustrasi

Arief pun meminta penegak hukum, dalam hal ini pihak Polri, untuk tidak ragu menindak orangtua yang tidak memiliki hak asuh jika mereka terbukti mengambil anak tanpa seizin orangtua pemegang hak asuh.

"Namun, jika mencermati penegasan Mahkamah dalam pertimbangan hukum di atas, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri, untuk menerima setiap laporan berkenaan dengan penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP," katanya.

"Dikarenakan unsur 'barang siapa' yang secara otomatis dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ini adalah orangtua kandung anak, baik ayah atau ibu," tegas Arief. 

4. Sebelumnya, kepolisian sempat menolak laporan terkait orangtua kandung yang mengambil anak tanpa izin

4. Sebelumnya, kepolisian sempat menolak laporan terkait orangtua kandung mengambil anak tanpa izin
Pixabay/aitoff

Penegasan ini sebenarnya berkaitan dengan perkara uji materi Pasal 330 ayat (1) KUHP yang diajukan oleh lima orang ibu bernama Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani.

Kelima pemohon tersebut merupakan seorang mama yang bercerai dan memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan. Akan tetapi, mereka tak dapat lagi bertemu anaknya karena mantan suami mereka diduga membawa kabur anak.

Mereka mengajukan permohonan uji materi karena mempersoalkan frasa 'barang siapa' yang tercantum dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan pengalaman pribadi, laporan yang mereka ajukan ke kepolisian terhadap mantan suami menggunakan Pasal 330 ayat (1) KUHP tidak diterima atau bahkan tidak menunjukkan perkembangan dengan alasan yang membawa kabur anak adalah ayah kandung anak sendiri.

Oleh karena itu, para pemohon meminta kepada MK agar frasa 'barang siapa' dalam aturan tersebut diganti menjadi 'setiap orang tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak'.

Di sisi lain, MK menolak permohonan yang diajukan tersebut. Pasalnya, MK berpandangan bahwa tak perlu adanya pemaknaan baru dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP karena sudah memberikan kepastian dan perlindungan hukum.

"Mahkamah berkesimpulan terhadap Pasal 330 ayat (1) KUHP tidak diperlukan lagi adanya pemaknaan baru karena telah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap anak dan orangtua kandung pemegang hak asuh," kata Arief.

Terlebih lagi, Arief mengatakan bahwa frasa 'barang siapa' pada Pasal 330 ayat (1) KUHP telah diperbaiki dan disesuaikan dengan penggunaan frasa 'setiap orang' pada KUHP baru. Dari situ, frasa 'barang siapa' dapat dimaknai 'setiap orang'.

Jadi, itulah rangkuman informasi tentang orangtua bukan pemegang hak asuh ambil anak tanpa izin bisa dipidana. Informasi ini tentu bisa menjadi titik terang bagi mereka yang saat ini sedang memperjuangkan anak.

Baca juga:

The Latest