Bagaimana Hukum Bertunangan menurut Islam?
Tunangan juga bisa jadi ajang saling mengenal satu sama lain, lho
4 Februari 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kesiapan dalam memutuskan menikah mesti dijalani kedua calon tunangan, baik dari pihak laki-laki dan perempuan. Sebelum sah menikah, baisanya memang akan melakukan pertunangan terlebih dahulu.
Tunangan atau tukar cincin memang sudah lumrah terjadi di Indonesia. Ini sebagai bentuk janji seorang laki-laki untuk meminang calon tunangannya.
Namun, sebagian orang pasti bertanya apakah hukumnya tunangan dalam ajaran agama Islam? Apakah boleh pertunangan dibatalkan oleh salah satu pihak?
Untuk menjawab hal tersebut, mari simak beberapa penjelasan yang sudah Popmama.com rangkum di bawah ini.
Yuk, disimak sampai akhir!
Hukum Tunangan menurut Islam
Menurut sebagian besar ulama, seperti dilansir dari Dalam Islam, tunangan dikategorikan sebagai persiapan atau pendahuluan sebelum menikah dan melakukan khitbah.
Seorang laki-laki datang ke rumah seorang perempuan untuk mengikat sebelum menikah. Perlu dikatehui bahwa hukum tunangan dalam agama Islam adalah mubah atau boleh.
Hal ini sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, karena tunangan hanya mengetahui kerelaan dari pihak perempuan yang dipinang. Sekaligus janji bahwa seorang laki-laki akan menikahi perempuan tersebut.
Berikut arti dalam sebuah hadis:
“Jika di antara kalian hendak meminang seorang perempuan, dan mampu untuk melihat darinya apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”
Editors' Pick
Bagaimana Hukumnya Memberi Hadiah atau Cincin Padahal Belum Menikah?
Acara pertunangan pasti ada acara tukar cincin, namun apakah hal tersebut boleh dilakukan? Pasalnya keduanya belum menikah.
Sebetulnya, tukar cincin atau memberi hadiah kepada tunangannya boleh-boleh saja dilakukan. Namun, jika kemudian hari pihak laki-laki membatalkan pertunangan, maka ia tidak boleh mengambil kembali pemberiannya.
Hal tersebut sesuai dengan perkataan Rasulullah SAW dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi sebagai berikut:
“Tidak halal bagi seorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya.”