Belum Mandi Wajib setelah Haid, Bolehkah Langsung Berhubungan Intim?
Perhatikan beberapa pendapat ini sebelum melakukannya ya, Ma!
30 Oktober 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Berhubungan intim antara suami dan istri diperbolehkan dalam agama, namun harus sesuai dengan adab yang baik dan tidak melanggar syariat Islam.
Pasangan suami dan istri pun boleh bersenggama asalkan bukan dua hal, berhubungan ketika haid dan berhubungan intim lewat belakang atau anal seks.
Bagaimana jika darah haid sudah berhenti, namun belum mandi wajib, kira-kira apakah boleh langsung berhubungan seks?
Untuk menjawab hal tersebut, Popmama.com sudah merangkum informasinya berdasarkan beberapa penjelasan ulama.
Yuk, simak baik-baik!
Editors' Pick
1. Larangan pasangan suami istri ketika ingin berhubungan intim
Dahulu kala, tradisi umat Yahudi memperlakukan perempuan yang sedang haid secara berlebihan. Sebagai contoh, ada momen ketika tidak boleh berinteraksi dengan istri.
Ada juga yang tidak boleh makan bersama, suami pun dilarang mengobrol bahkan tidur tidak satu tempat tidur yang sama bersama istrinya.
Tradisi inilah yang menjadi cikal bakal surat Al-Baqarah ayat 222, kritik seharusnya perempuan dimanusiakan, walaupun sedang haid.
Wa yas'alunaka 'anil mahid, qul huwa azan fa'tazilun nisa'a fil mahidi wa la taqrabuhunna hatta yat hurn, fa iza tatahharna fa'tuhunna min haisu amarakumullah, innallaha yuhibbut tawwabina wa yuhibbul mutatahhirin
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri (berhubungan intim) dari perempuan di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
2. Pandangan ulama yang memperbolehkan dengan syarat
Dilansir dari Bincang Syariah, Syekh Ali al-Shabuni dalam Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil al-Ahkam membagi kategori perbedaan pendapat mengenai hal di atas.
Ada yang berpendapat menyatakan bahwa suami boleh menyetubuhi istrinya hanya dengan syarat darah haid sudah berhenti.
Namun syaratnya, darah haid yang tidak lagi keluar sudah memasuki hari kesepuluh. Menurut pendapat ini, hari kesepuluh itu merupakan batasan terlama keluarnya darah haid. Inilah pendapat yang disampaikan oleh Imam Abu Hanifah.
Menurut Abu Hanifah, darah haid sudah berhenti, tetapi istri belum mandi suci, maka suami boleh berhubungan intim dengan istri.
Lanjutnya, jika tidak ada air boleh bertayamum menggantikan media air untuk bersuci. Namun ketika sudah bertayamum, namun tidak melakukan salat wajib dan sunnah, Imam Abu Hanifah tidak memperbolehkannya.