Bolehkah Berpose Mesra saat Foto Pre-Wedding?
Alangkah baiknya posenya tidak seperi suami istri yang sudah sah, ya!
9 Januari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Menikah merupakan aktivitas ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Menyatunya dua insan inilah yang bisa membawa kebaikan bagi setiap pasangan.
Menyelenggarakan pernikahan dan mengundang keluarga serta kerabat pun tak asing bagi kita, begitu juga ketika melakukan sesi foto sebelum menikah atau yang bisa kita dikenal sebagai foto pre-wedding.
Namun banyak yang bertanya-tanya, apakah hukumnya melakukan foto mesra sebelum sah menikah sebagai suami istri?
Jika ingin mengetahui lebih lanjut terkait penjelasannya, berikut Popmama.com sudah merangkum informasinya dilansir dari Bincang Muslimah.
Editors' Pick
1. Pose mesra dan intim tidak diperbolehkan
Layaknya suami istri, pasangan yang melakukan foto pre-wedding biasanya menampilkan pose mesra dan saling bersentuhan satu sama lain.
Padahal pose mesra dan saling bersentuhan tidak diperbolehhkan karena statusnya belum sah. Apalagi jika keduanya mengabadikan foto dengan saling sentuhan secara berlebihan.
Hal tersebut bisa jadi zina, bahkan dilarang oleh Allah dan juga telah tertuang dalam surat Al-Isra ayat 32:
Wa la taqrabuz-zina innahu kana fahisyah, wa sa'a sabila
Artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
2. Laki-laki dan perempuan tidak boleh saling berdekatan tanpa adanya batas
Walau sudah hampir menjadi pasangan suami istri yang sah, atau bahkan pihak perempuan telah menggunakan hijab dalam sesi foto, namun perlu diingat bahwa agama Islam tetap tidak memperbolehkan ikhtilat.
Ikhtilat adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan dengan tujuan tertentu tanpa adanya batas yang memisahkan keduanya.
Bahkan, Umar bin Khattab pernah berkhutbah di hadapan muslim di Jabiyah dengan membawakan hadis nabi berikut:
“Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang perempuan (yang bukan mahram-nya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.”