Bolehkah Ijab Kabul saat Hamil? Begini Tanggapan Para Ulama
Yuk, dilihat dari berbagai konteks!
22 September 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Melangsungkan pernikahan dalam agama Islam merupakan sebuah ritual yang sakral antara calon suami dan calon istri.
Pernikahan juga harus memenuhi setiap syarat sah nya tersendiri. Jika tidak, maka tidak akan diakui secara agama bahkan hukum yang berlaku di masyarakat.
Namun, banyak pertanyaan yang berseliweran seperti “Apakah boleh melakukan pernikahan dalam keadaan hamil?”
Nah, untuk menjawab hal tersebut, kali Popmama.com akan menyajikan informasinya berdasarkan konteks hamil di luar nikah dan hamil akibat cerai dari pandangan para ulama.
Yuk, disimak dengan baik!
Editors' Pick
1. Kondisi perempuan yang diceraikan mantan suaminya dalam keadaan hamil
Perempuan yang menikah dalam keadaan hamil, bisa kita lihat dari dua konteks. Pertama hamil karena diceraikan suaminya dalam keadaan hamil, kedua hamil karena terjadi di luar pernikahan.
Keduanya memiliki hukum yang berbeda-beda, apalagi jika ditinjau lebih jauh. Untuk yang pertama, ketika menikah dalam keadaan hamil setelah diceraikan mantan suaminya, jelas dilarang.
Setelah bercerai dengan mantan suaminya dan dalam keadaan hamil, haram melangsungkan pernikahan. Maka dari itu, harus menunggu masa idah atau masa tunggunya selesai sampai perempuan tersebut melahirkan.
Hal tersebut tertuang dalam firman Allah di surat At-Thalaq ayat 4 yang berbunyi:
“…Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya….”
Para ulama juga menyepakati bahwa jika ingin melangsungkan pernikahan, harus menunggu masa idahnya benar-benar selesai.
Hal tersebut tertuang dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 235 yang artinya:
“Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'idahnya..”
2. Kondisi perempuan yang hamil di luar nikah
Dilansir dari Kanwil Kemenag Sumsel, melakukan pernikahan dalam kondisi hamil di luar nikah menemukan beragam pendapat para ulama.
- Pendapat dari Ibnu Hanifah
Menurutnya, bila yang menikahi perempuan hamil tersebut adalah laki-laki yang menghamilinya, maka hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
- Pendapat dari Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal
Kedua ulama ini mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi perempuan yang hamil, kecuali setelah perempuan hamil itu melahirkan dan telah habis masa idahnya.
Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu perempuan tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun.
- Pendapat dari Imam Asy-Syafi’i
Terakhir, Imam Asy-Syafi’i mengatakan bahwa baik laki-laki yang menghamili atau yang tidak menghamili, dibolehkan menikahi perempuan tersebut.
- Pendapat dari Kompilasi Hukum Islam (KHI)
KHI ini diatur sesuai Keputusan Menteri Agama RI nomor 154 tahun 1991 yang menyatakan bahwa:
- Seorang perempuan hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya
- Perkawinan dengan perempuan hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya
Dengan dilangsungkannya pernikahan pada saat hamil, tidak diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang ada di dalam kandungnya lahir