Masturbasi atau Onani karena LDM, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Ragu untuk melakukannya? Ketahui dulu hukumnya dalam ajaran agama, ya!
12 Januari 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kepuasan atau hasrat seksual tidak semata-mata dilampiaskan dengan hubungan seks saja, tetapi bisa juga dengan masturbasi atau onani. Aktivitas ini bisa menjadi salah satu alternatif ketika sedang menjalani LDM atau long distance marriage.
Hasrat seks yang tidak terpenuhi dengan baik memang menjadi tantangan untuk pasangan LDM. Pertemuan dengan pasangan yang terbilang sangat jarang membuat kehidupan seks sebagai suami istri menjadi kurang intens. Namun, apa ya hukumnya masturbasi atau onani dalam ajaran agama Islam?
Seperti dikutip dari NU Online, masturbasi atau onani dalam kajian fiqh adalah istimna’ dalam artian mengeluarkan sperma tanpa melakukan hubungan seks baik dengan tangan, maupun yang lain. Aktivitas ini bisa dengan tangan sendiri atau tangan orang lain, baik dilakukan laki-laki atau perempuan.
Masturbasi atau onani memang bisa memenuhi dorongan hasrat seksual, meski secara penamaan berbeda. Laki-laki dikenal sebagai onani, sedangkan perempuan dikenal sebagai masturbasi. Hal ini dikarenakan keduanya cenderung dilakukan sendiri.
Lalu, bagaimana hukumnya dalam ajaran Islam terkait melakukan masturbasi dan onani? Diperbolehkan, haram atau justru makruh? Kali ini Popmama.com telah merangkumnya dari berbagai sumber.
Mayoritas ulama fiqh memperbolehkan istilah istimna’
Beberapa mayoritas ulama fiqh memperbolehkan aktivitas tersebut, baik dengan tangan atau yang lain bila dilakukan dengan pasangan yang sah.
Selama tidak ada penghalang yang mencegah suami istri melakukan aktivitas tersebut seperti menstruasi, nifas, berpuasa, I’tikaf dan haji.
Sebab dengan melakukan seks atau bersenggama dengan pasangan yang sah, bahkan menyalurkan kebutuhan seks yang dibenarkan dengan syariat akan menciptakan kebahagiaan bersama.
Namun istimna’ ini di kalangan ulama pun masih menjadi perdebatan. Ada yang mengharamkan, namun ada yang memperbolehkan dan bahkan disebut makruh.
Editors' Pick
1. Dua sisi memperbolehkan karena darurat dan mengharamkan dari Ulama Hanafi
Menurut ulama Hanafi, istimna’ diharamkan bila sekedar membangkitkan atau mengumbar dorongan syahwat.
Apabila dorongan syahwat begitu kuat, namun tidak ada pasangan sah yang membantu untuk melalurkan, maka istimna’ bisa dilakukan dan aktivitas tersebut tidak dipermasalahkan. Sebab, apabila tidak dilakukan justru bisa menyebabkan seseorang terjebak dalam perbuatan zina.
Bahkan ada juga yang beranggapan haram karena masih ada solusi terbaik ketimbang istimna’, yaitu melakukan puasa.
Hanbali pun sejalan dengan Hanafi, menurut Hanbali bahwa istimna’ hukumnya boleh jika mengkhawatirkan dirinya terjerumus kepada perbuatan zina, takut akan kesehatan, fisik maupun mental. Sementara istrinya tidak ada, sedangkan menikah belum mampu, maka tidak ada salahnya istimna’.