Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Pernikahan Beda Agama
Gugatan serupa pernah disidangkan pada tahun 2015
1 Februari 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pada hari Selasa (31/1/2023), Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menolak permohonan uji materi terhadap UU No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan beda agama yang dilayangkan oleh seorang laki-laki bernama E. Ramos Petege dan terdaftar dengan nomor perkara 71/PUU-XX/2022.
Penggugat E. Ramos Petege adalah seorang warga Papua yang beragama Katolik. Ia ingin menikah dengan pasangannya yang beragama Islam namun gagal karena terhalang oleh UU Perkawinan Pasal 2 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa "perkawinan dikatakan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
Pada sidang Selasa tersebut, MK pun mengetuk palu menolak gugatan Ramos yang dinilai tidak beralasan menurut hukum.
"Dengan demikian permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan. Rupanya, gugatan serupa juga sudah pernah dibahas pada tahun 2015.
Berikut rangkuman Popmama.com terkait informasi Mahkamah Konstitusi tolak gugatan pernikahan beda agama.
Yuk, disimak faktanya!
Editors' Pick
1. Penguggat merasa UU pernikahan beda agama tidak konstitusional
E. Ramos Petege adalah seorang laki-laki beragama Katolik yang ingin menikah dengan kekasihnya yang beragama Islam. Pernikahan tersebut gagal dilaksanakan karena adanya UU perkawinan yang mengatur.
Ramos selaku penggugat merasa bahwa UU Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang pernikahan beda agama tidak konstitusional.
Menurutnya, perkawinan adalah hak asasi yang merupakan ketetapan atau takdir Tuhan dan setiap orang berhak untuk menikah dengan siapa saja terlepas dari perbedaan agama.
Selain itu, menurut Ramos, negara tidak bisa melarang atau tidak mengakui pernikahan beda agama.
2. Alasan Mahkamah Konstitusi tolak gugatan perkawinan beda agama
MK memutuskan untuk menolak gugatan tersebut karena MK menilai hal tersebut tidak beralasan berdasarkan hukum yang berlaku.
Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya. MK juga tetap berpegang teguh pada hukum konstitusional yang hingga saat ini tidak berubah keabsahannya perihal pencatatan perkawinan.
“Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya," jelasnya dikutip pada Rabu (1/2/2023).