Apa Itu Love Scamming dalam The Tinder Swindler?
Korban love scamming umumnya tidak sadar bahwa dirinya telah dimanipulasi oleh pelaku
20 Januari 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apakah Mama telah menonton film original Netflix The Tinder Swindler? Film tersebut mengisahkan seorang laki-laki bernama Simon Leviev yang menipu korbannya hingga puluhan juta dolar Amerika Serikat melalui aplikasi Tinder.
Sebagian orang mungkin menganggap perilaku Simon sebagai tindakan manipulatif untuk menipu korbannya. Padahal, perilaku yang dilakukan Simon tergolong tindakan love scamming.
Tindakan tersebut bertujuan untuk memaksa, memanipulasi, serta eksploitasi korban yang dibalut dengan cinta. Itulah sebabnya, korban tidak sadar bahwa dirinya telah dimanipulasi oleh pelaku, seperti Siimon. Korban hanya merasa cinta dan iba terhadap Simon, sehingga rela melakukan apa saja untuk Simon.
Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai love scamming, kini Popmama.com telah merangkum ulasannya seperti di bawah ini.
Simak informasinya agar Mama tidak terjebak dalam love scamming yuk, Ma!
Apa Itu Love Scamming?
Tindakan love scamming semakin marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir karena teknologi dan internet yang terus berkembang.
Banyak orang yang memilih menjalin pertemanan atau mencari pasangan melalui aplikasi. Kemudahan internet inilah yang dimanfaatkan sebagian orang tak bertanggungjawab untuk meraup keuntungan pribadi.
Salah satu tindakan tak bertanggungjawab tersebut ialah love scamming. Love scamming merupakan tindakan penipuan, manipulasi, pemaksaan, hingga eksploitasi korban berkedok cinta.
Pelaku umumnya memakai trik kepercayaan yang diberikan korban kemudian memanfaatkannya untuk meraup keuntungan pribadi.
Editors' Pick
Menggunakan Identitas Orang Lain
Pelaku love scamming kerap memakai identitas orang lain dan berpura-pura menjadi orang tersebut. Mereka umumnya memilih identitas yang memiliki pekerjaan atau status sosial yang lebih baik dari identitas aslinya. Sekilas identitas baru mereka terlihat menarik dan dapat dipercaya.
Mereka kemudian membuat korban yang dikenalnya melalui media sosial merasa nyaman atau memiliki rasa iba. Tak jarang, korban juga merasa jatuh cinta pada pelaku. Semakin intens hubungan mereka, maka semakin mudah pula pelaku meraup keuntungan dari korban.
Pelaku akan menggunakan segala cara untuk mendapat perhatian dan afeksi dari korban. Nantinya korban rela melakukan apapun untuk pelaku. Saat itulah, pelaku akan memanfaatkan niat baik korban untuk mendapatkan keuntungan pribadi.