Sebuah perusahaan di Korea Selatan telah membuat irii bagi Mama di seluruh dengan kebijakan insentif yang mengagumkan. Booyoung Group, perusahaan konstruksi terkemuka, telah memberikan insentif besar senilai 100 juta won, sekitar Rp1,2 miliar, kepada setiap karyawan perempuan yang telah melahirkan bayi sejak tahun 2021.
Sebagai kontribusi terhadap upaya menangani penurunan angka kelahiran di negara ginseng tersebut, perusahaan tersebut telah menyalurkan total 7 miliar won dalam bentuk tunai untuk 70 kelahiran yang terjadi di antara karyawannya setelah tahun 2021.
Berikut Popmama.com telah merangkum perusahaan Korea Selatan berikan Rp1,2 miliar untuk ibu melahirkan.
1. Pembangunan rumah bagi ibu melahirkan
Pexels/Jonathan Borba
Dilansir dari Korea Times, Selasa (6/2/2024), perusahaan berencana untuk terus memberikan insentif bagi kelahiran.
Mereka juga berjanji bahwa pekerja yang memiliki lebih dari tiga anak dapat memilih antara mendapatkan insentif senilai 300 juta won atau perumahan sewa permanen dengan ukuran kurang dari 85 meter persegi.
Namun, hal ini tergantung pada ketersediaan lahan yang disediakan oleh pemerintah untuk pembangunan perumahan tersebut.
"Jika angka kelahiran di Korea tetap rendah, negara ini akan menghadapi krisis kepunahan dalam 20 tahun," ucap Ketua Booyoung Group Lee Joong-keun pada upacara Tahun Baru perusahaannya, Senin, 5 Februari 2024.
"Rendahnya angka kelahiran disebabkan oleh beban keuangan dan kesulitan dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan keluarga, jadi kami memutuskan untuk mengambil tindakan drastis," sambungnya.
2. Tumbuhnya harapan memiliki anak
Pexels/cottonbro studio
Booyoung menjadi perusahaan Korea pertama yang memberikan dana besar seperti itu untuk mendorong karyawannya agar memiliki anak.
Mereka juga mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk membebaskan pajak dari kontribusi ini, dengan tujuan mendukung peningkatan angka kelahiran.
Beberapa wanita pekerja di Korea mengalami kesulitan finansial dalam merawat anak, tetapi berkat dukungan dari perusahaan tersebut, mereka kini merasa optimis untuk memiliki bayi lagi.
Editors' Pick
3. Tingkat kesuburan Korea Selatan
Pexels/Yulianto Poitier
Pejabat industri memperkirakan perusahaan konstruksi lain akan mengikuti langkah Booyoung karena rendahnya tingkat kelahiran dapat berdampak negatif pada mereka, menghadapi penurunan jumlah tenaga kerja dan permintaan akan perumahan baru.
Tren penurunan angka kelahiran juga memengaruhi infrastruktur pendidikan Korea Selatan. Menurut laporan Koreaboo, diperkirakan sepertiga dari pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak akan ditutup pada tahun 2028 karena menurunnya jumlah anak.
Jumlah penitipan anak di Korsel telah menurun sebesar 21,1 persen dari 39.171 pada 2018 menjadi 30.923 pada 2022, sedangkan jumlah taman kanak-kanak juga menurun sebesar 5,1 persen.
Tren ini disebabkan oleh penurunan jumlah bayi, mulai dari yang baru lahir hingga anak berusia lima tahun, dan diperkirakan akan terus memburuk di masa depan.
Badan Statistik Korea memperkirakan tingkat kesuburan negara itu pada tahun 2023 hanya sebesar 0,72 bayi per wanita, dengan penurunan populasi bayi yang terus-menerus.
Proyeksi yang sangat mengkhawatirkan adalah jumlah anak berusia kurang dari satu tahun diproyeksikan akan turun di bawah 200.000 pada tahun 2026.
4. Penurunan infrastruktur untuk anak di kota-kota besar
Pexels/Naomi Shi
Dampak dari perubahan demografi ini sudah mulai terlihat dalam jumlah pendaftaran di pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak.
Jumlah pendaftaran di pusat penitipan anak menurun dari 1,41 juta pada 2018 menjadi 1,09 juta pada 2022, sementara pendaftaran di taman kanak-kanak juga turun secara signifikan dari 675.998 pada 2018 menjadi 552.812 pada 2022, menunjukkan penurunan sebesar 18,2 persen.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa sekitar 31,8 persen dari pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak, atau sebanyak 12.416 institusi, berisiko ditutup dalam empat tahun mendatang.
Penurunan ini diperkirakan akan lebih signifikan di kota-kota besar, dengan proyeksi penurunan sebesar 39,4 persen di Busan, 37,3 persen di Seoul, 37,3 persen di Daegu, dan 34 persen di Incheon.
Penutupan lembaga-lembaga ini bukan hanya sekadar angka, hal itu mencerminkan tantangan besar bagi masa depan penitipan anak di Korea Selatan, terutama mengkhawatirkan dampaknya pada wilayah non-perkotaan yang mungkin menghadapi infrastruktur penitipan anak yang tidak memadai serta memperburuk masalah depopulasi.
5. Menyelamatkan pusat penitipan anak
Pexels/Rebecca Zaal
Untuk menghadapi krisis demografis yang akan datang, laporan ini menegaskan pentingnya mendukung infrastruktur penitipan anak, terutama di wilayah dengan kecenderungan migrasi penduduk keluar.
Laporan tersebut menyarankan bantuan finansial bagi lembaga yang berisiko tutup dan menunjuk pusat penitipan anak serta taman kanak-kanak di daerah rawan sebagai infrastruktur yang krusial.
Selain itu, laporan tersebut mengusulkan penggunaan kembali ruang kosong seperti sekolah dasar dan perekrutan tenaga profesional untuk mendukung layanan penitipan bayi.
Dengan Korea Selatan dihadapkan pada tantangan demografis, strategi perencanaan dan dukungan terhadap infrastruktur penitipan anak menjadi semakin penting.
6. Kondisi di Indonesia
Pexels/Irgi Nur Fadi
Di sisi lain, Indonesia sedang mengalami bonus demografi. Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, saat ini mendominasi profil demografis Indonesia dengan jumlah sekitar 74,93 juta orang atau sekitar 27,94 persen dari total populasi.
Kehadiran mayoritas penduduk yang terdiri dari anak-anak Gen Z menjadi sumber optimisme untuk kemajuan dan perubahan di masa yang akan datang.
Itulah perusahaan Korea Selatan berikan Rp1,2 miliar untuk ibu melahirkan. Semoga bermanfaat!