Kenali Apa Itu Distosia Bahu yang Kerap Sebabkan Persalinan Bermasalah
Ibu hamil yang mengidap diabetes gestasional berisiko alami distosia bahu saat bersalin
18 Agustus 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setelah mengandung selama 9 bulan, persalinan menjadi momen yang paling dinantikan sekaligus mendebarkan bagi Mama. Di momen tersebut Mama akhirnya bisa bertemu dengan sang buah hati yang selama ini berada dalam kandungan.
Mama tentu menginginkan proses persalinan yang berjalan aman dan lancar. Namun, perlu Mama ketahui bahwa ada beberapa komplikasi saat bersalin yang harus diwaspadai.
Salah satunya adalah distosia bahu. Komplikasi ini bukan hanya membahayakan Mama tetapi juga bisa membahayakan keselamatan janin.
Istilah distosia bahu mungkin masih asing terdengar. Namun, yang jelas kondisi ini merujuk pada kondisi ketika salah satu atau kedua bahu bayi tersangkut saat proses persalinan berlangsung.
Lalu, seperti apa penjelasan selengkapnya mengenai distosia bahu? Apa saja bahayanya bila kondisi ini terjadi pada Mama dan calon bayi?
Simak ulasan Popmama.com berikut ini.
1. Mengenal apa itu distosia bahu
Melansir dari my.clevelandclinic.org, distosia bahu adalah kondisi yang terjadi ketika salah satu atau kedua bahu bayi tersangkut selama persalinan pervaginam. Istilah distosia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dys” yang berarti sulit dan “tokos” yang berarti kelahiran.
Pada kondisi distosia bahu, kepala bayi berhasil keluar tetapi bahunya menyangkut di jalur lahir (melansir dari effectivehealthcare.ahrq.gov). Distosia bahu merupakan keadaan darurat medis dan salah satu risiko disfungsi kelahiran.
Kondisi ini membuat proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama bahkan bisa lebih dari satu jam.
Perlu Mama ketahui juga bahwa saat Mama melahirkan akan melalui empat tahap persalinan, yaitu:
- Pembukaan serviks (peningkatan tingkat kontraksi),
- Bersiap mengejan untuk melahirkan bayi,
- Mengejan terakhir untuk mengeluarkan plasenta, dan
- Perubahan pasca persalinan
Umumnya kondisi darurat medis dapat terjadi pada tahap kedua, yaitu ketika Mama sedang menyiapkan diri untuk mengejan dan melahirkan bayi. Akan ada jeda setelah kepala bayi keluar dan sesaat sebelum seluruh tubuhnya ikut keluar.
Jika distosia bahu terjadi, maka jeda ini akan berlangsung lebih lama karena bahu bayi tersangkut di belakang tulang panggul Mama. Akibatnya, berisiko bayi tidak bisa bernapas hingga tali pusat bisa terjepit.
2. Sering terjadi pada bayi berukuran besar
Kondisi distosia bahu terjadi pada sekitar 1 dari setiap 200 kelahiran dan lebih sering terjadi selama persalinan pervaginam (persalinan alami). Namun, masih ada juga kemungkinan terjadi selama operasi caesar.
Kasus distosia bahu juga sering terjadi pada bayi berukuran besar atau makrosomia. Persentase terjadinya distosia bahu sekitar 3-5 persen pada persalinan pervaginam.
Berat badan bayi dianggap makrosomia bila berukuran lebih dari 4.000 gram atau 4 kilogram (kg). Pada kondisi ini, bayi umumnya sulit dilahirkan dengan prosedur pervaginam.
Berat bayi dalam kandungan sebenarnya tidak bisa ditebak. Ada beberapa kasus yang menunjukkan berat badan bayi sebelum lahir adalah 4 kg tetapi saat lahir bisa mencapai 5 kg.
Editors' Pick
3. Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan distosia bahu
Distosia bahu juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini:
- Jalan lahir tidak memungkinkan untuk bayi keluar. Contohnya, panggul Mama sempit atau pembukaan panggul terlalu kecil. Kondisi panggul yang sempit umumnya hanya bisa melahirkan bayi dengan berat badan maksimal 3 kg. Jika berat bayi lebih dari ini, maka distosia bahu dapat berisiko terjadi.
- Malposisi bayi dalam kandungan.
- Memiliki distosia bahu pada kehamilan sebelumnya.
- Bayi kembar siam.
- Mama mengalami diabetes gestasional saat hamil. Diabetes adalah kondisi medis di mana terlalu banyak gula dalam darah sehingga dapat merusak organ tubuh, termasuk pembuluh darah, saraf, mata, dan ginjal. Diabetes adalah faktor risiko untuk memiliki bayi besar.
- Mama memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi atau obesitas yang bisa membuat persalinan lebih lama, terutama pada kehamilan pertama.
- Postur tubuh Mama yang pendek atau kurang dari 150 sentimeter (cm).
- Usia kehamilan lebih dari 41 minggu.
- Jarak antara pemberian induksi epidural untuk melahirkan dengan pembukaan lengkap memakan waktu lebih dari 6 jam.
- Kelainan pada leher rahim (serviks) sehingga sulit terbuka selama persalinan berlangsung.
- Sedang hamil bayi kembar dua, tiga, empat atau lebih.
- Faktor psikologis, seperti stres, khawatir, kecemasan, ketakutan dan lainnya.
- Pengaruh konsumsi obat pereda nyeri yang bisa memengaruhi kekuatan kontraksi.
- Posisi bayi sungsang atau mengalami kelainan tertentu.
4. Komplikasi distosia bahu
Sebagian ibu hamil dan bayi bisa berisiko mengalami komplikasi distosia bahu sebagai akibat dari sulitnya mengeluarkan bayi dari jalan lahir.
Distosia bahu perlu ditangani dengan cepat untuk meminimalkan risiko. Setidaknya saat kepala bayi sudah keluar, dokter hanya memiliki waktu sekitar satu menit untuk mengeluarkan bahu bayi karena jika tidak dilakukan dengan cepat, tali pusat bisa terjepit dan bayi bisa meninggal dunia.
Ada beberapa komplikasi distosia bahu yang dapat ditimbulkan, seperti:
- Cedera pleksus brakialis pada bayi, berhubungan dengan jaringan saraf di daerah bahu. Dampaknya, bahu bayi dapat menjadi lumpuh dan sulit digerakkan.
- Patah tulang bahu yang merupakan kondisi lanjutan dari cedera pleksus brakialis.
- Cedera pada tulang selangka dan lengan.
- Kekurangan oksigen ke tubuh (juga disebut asfiksia)
- Perdarahan postpartum pada Mama.
- Robekan signifikan pada perineum (area antara vagina dan rektum).
- Ruptur uteri atau robekan pada rahim.
- Peningkatan risiko dasar panggul dan trauma genital selama persalinan.
- Risiko jangka panjang adalah meningkatnya risiko prolaps (turun atau jatuhnya) organ panggul dan inkontinensia (kehilangan kontrol atas kandung kemih).
5. Cara mendiagnosis distosia bahu
Sulit untuk memprediksi perempuan yang akan mengalami distosia bahu selama kehamilannya. Namun, ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan, yakni frekuensi kontraksi yang dialami dan kekuatan kontraksi yang dialami.
Dokter kandungan akan mendiagnosis distosia bahu jika tiga faktor terpenuhi, yaitu:
- Mama melahirkan kepala bayi tetapi tidak dapat mendorong bahu bayi keluar.
- Setidaknya satu menit telah berlalu sejak kepala bayi muncul tetapi tubuhnya belum keluar.
- Bayi membutuhkan intervensi medis agar berhasil dilahirkan.
Sementara pemeriksaan persalinan distosia juga bisa dilakukan dengan cara seperti berikut:
- Menggunakan Intrauterine Pressure Catheter Placement (IUPC). Prosedur ini dilakukan dengan cara menempatkan alat berupa monitor kecil di dalam rahim, tepatnya di samping bayi. Tujuannya agar dokter tahu berapa kali kontraksi terjadi dan seberapa besar kekuatannya.
- Dokter akan menggunakan electronic fetal monitoring (EFM) untuk mengukur denyut jantung bayi.
6. Cara melahirkan bayi pada kasus distosia bahu
Dokter biasanya akan meminta Mama berhenti mengejan. Mama dianjurkan untuk tidak memaksakan mengejan karena akan membahayakan kondisi bayi.
Dokter mungkin akan menyarankan Mama untuk mencoba Manuver McRoberts. Mama akan diminta untuk mengangkat lutut lebih dekat ke dada.
Dokter akan menekan perut mama dengan lembut untuk membantu mengeluarkan bahu bayi dari tulang panggul. Hal ini akan meningkatkan keberhasilan persalinan hingga 90 persen.
Selain itu, dokter mungkin juga akan meminta Mama untuk mengambil posisi merangkak dengan kedua lengan di depan menopang tubuh Mama. Dokter akan memasukkan tangan ke bagian dalam vagina Mama untuk menarik bayi yang tersangkut tetapi Mama juga harus menjalani episiotomi saat proses ini dilakukan.
Umumnya bayi akan membaik setelah mengalami distosia bahu tetapi karena kekurangan oksigen, selanjutnya bayi akan diobservasi lebih lanjut di unit perawatan intensif neonatal (NICU).
Nah, itulah informasi mengenai distosia bahu yang terjadi pada saat proses persalinan. Walau ada faktor risiko yang dapat menyebabkan distosia bahu, kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja.
Tidak ada gejala dan tidak ada cara untuk memprediksi apakah distosia bahu akan terjadi.
Dokter kandungan atau bidan mungkin hanya memperhatikan kondisinya setelah Mama melahirkan kepala bayi. Menjadi jelas ketika kepala bayi muncul dan kemudian menarik kembali ke area antara vagina dan rektum (perineum).
Semoga informasi ini membantu Mama yang sedang menjalani kehamilan. Jangan lupa, untuk tetap rutin memeriksa kandungan agar tidak mengalami distosia bahu ya, Ma.
Baca Juga:
- 7 Cara Alami Menginduksi Persalinan di Rumah
- Penyebab Mual dan Muntah Selama Proses Persalinan, Mama Mengalaminya?
- Ketahui Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini setelah Proses Persalinan