Ruptur Uteri, Komplikasi Persalinan Akibat Rahim Robek, Ini Faktanya
Meski jarang terjadi, komplikasi persalinan ini berisiko kematian pada ibu dan bayi
30 September 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagian besar ibu hamil berharap memiliki kehamilan dan persalinan yang lancar. Namun ada juga yang mengalami komplikasi, beberapa di antaranya bahkan bisa menimbulkan risiko bagi ibu dan janin.
Salah satu komplikasi serius yang bisa terjadi saat persalinan adalah ruptur uteri atau rahim robek. Komplikasi ini terjadi selama kelahiran pervaginam atau persalinan normal, menyebabkan rahim mama robek sehingga bayi menyelinap ke perut. Bila terjadi, maka dapat menyebabkan perdarahan hebat pada Mama dan berisiko membuat bayi tercekik.
Namun, kondisi ini jarang terjadi dan hanya sekitar satu persen dari ibu hamil yang mengalaminya. Ruptur uteri hampir selalu terjadi pada perempuan dengan bekas luka rahim dari kelahiran dengan operasi caesar sebelumnya atau operasi rahim lainnya.
Itulah sebabnya mengapa dokter merekomendasikan perempuan yang menjalani operasi caesar untuk menghindari persalinan normal pada kehamilan berikutnya. Persalinan normal setelah persalinan caesar sebelumnya memang mungkin dilakukan, tetapi dianggap berisiko tinggi dan harus selalu dimonitor.
Apa saja gejala ruptur uteri dan apakah komplikasi ini dapat dihindari? Jawabannya ada pada ulasan Popmama.com berikut ini.
Gejala Ruptur Uteri saat Persalinan
Rahim robek atau yang dalam istilah medis disebut dengan ruptur uteri adalah kondisi yang terjadi ketika ada robekan pada dinding rahim. Komplikasi yang terjadi saat proses persalinan ini dapat membuat seluruh lapisan dinding rahim robek sehingga membahayakan keselamatan mama dan bayi.
Mama mungkin akan mengalami beberapa gejala di bawah ini apabila mengalami ruptur uteri:
- Perdarahan dari vagina dalam jumlah yang berlebihan.
- Timbul rasa sakit hebat di sela-sela kontraksi saat melahirkan normal.
- Kekuatan kontraksi saat melahirkan cenderung melambat, melemah, dan kurang intens.
- Nyeri atau sakit pada perut yang tidak biasa.
- Detak jantung mama berubah menjadi lebih cepat.
- Tekanan darah mama rendah.
- Denyut jantung bayi abnormal.
- Persalinan normal tidak mengalami perkembangan.
- Kepala bayi terhenti di jalan lahir ketika dikeluarkan melalui vagina.
- Timbul rasa sakit tiba-tiba pada bekas sayatan operasi caesar sebelumnya di rahim.
- Kekuatan otot-otot pada rahim menghilang.
Editors' Pick
Penyebab Ruptur Uteri dan Risikonya
Selama persalinan, tekanan akan meningkat saat bayi bergerak melalui jalan lahir mama. Tekanan inilah yang dapat menyebabkan rahim mama robek. Rahim menahan berat dan tekanan dari pergerakan bayi. Sehingga menyebabkan robek pada bekas luka operasi caesar sebelumnya.
Ketika ini terjadi, bayi yang ada di dalam rahim dapat naik dan mengarah kembali ke perut mama. Selain itu, jika Mama pernah melakukan operasi pada rahim sebelumnya, Mama juga berisiko untuk mengalami ruptur uteri.
Operasi pengangkatan tumor jinak atau fibroid pada rahim dan melakukan perbaikan pada rahim yang bermasalah bisa jadi salah satu penyebabnya. Sementara itu, kemungkinan rahim robek sangat kecil terjadi pada kondisi rahim yang sehat.
Komplikasi persalinan ini sangat berisiko bagi Mama dan janin. Ruptur uteri dapat menyebabkan Mama kehilangan banyak darah.
Sedangkan bagi bayi, ini biasanya merupakan masalah yang sangat besar. Setelah dokter mendiagnosis ruptur uteri, dokter harus bertindak cepat untuk mengeluarkan bayi dari rahim mama. Jika bayi tidak dilahirkan dalam waktu 10 hingga 40 menit, ia akan meninggal karena kekurangan oksigen.
Bagaimana Ruptur Uteri Didiagnosis?
Ruptur uteri terjadi secara tiba-tiba dan sulit didiagnosis karena gejalanya sering tidak spesifik. Jika dokter mencurigai Mama mengalami ruptur uteri, mereka akan mencari tanda-tanda masalah pada janin, seperti detak jantung yang lambat. Dokter hanya dapat membuat diagnosis resmi selama tindakan operasi.
Bagaimana Penanganan Ruptur Uteri?
Robeknya rahim dapat menyebabkan Mama kehilangan banyak darah, ahli bedah mungkin perlu mengangkat rahim mama untuk mengontrol perdarahannya. Jika ini dilakukan, maka Mama tidak dapat hamil lagi. Selain itu, Mama juga mungkin membutuhkan transfusi darah.
Pembedahan biasanya diperlukan untuk mengeluarkan bayi dari rahim mama. Dokter akan meningkatkan peluang bayi untuk bertahan hidup dengan memberikan perawatan kritis, seperti bantuan oksigen.
Apakah Komplikasi ini Dapat Dicegah?
Sekitar enam persen bayi tidak selamat saat terjadi ruptur uteri. Dan hanya sekitar satu persen perempuan yang meninggal karena komplikasi ini. Semakin cepat ruptur uteri didiagnosis dan Mama serta dan bayi dirawat, semakin besar peluang mereka untuk bertahan hidup.
Satu-satunya cara untuk mencegah ruptur uteri adalah dengan melakukan operasi caesar. Komplikasi ini tidak dapat sepenuhnya dicegah selama persalinan normal.
Meski Mama ingin melakukan persalinan normal, sangat penting untuk mendiskusikan semua pilihan dengan dokter. Sehingga Mama dapat membuat keputusan terbaik untuk Mama dan bayi.
Pastikan dokter mengetahui riwayat medis dan mengetahui tentang riwayat kelahiran sebelumnya melalui persalinan caesar atau operasi pada rahim.
Itulah informasi mengenai ruptur uteri, komplikasi yang terjadi saat persalinan. Semoga informasi ini bermanfaat, Ma.
Baca juga:
- Inversio Uteri, Rahim Turun dan Berputar Akibat Komplikasi Persalinan
- Pemeriksaan Pasca Persalinan Kurangi Risiko Komplikasi Hingga Kematian
- 5 Komplikasi Berbahaya yang Perlu Dicek ke Dokter Sebelum Persalinan