Gejala Suami Mengalami Depresi Postpartum, Jangan Diabaikan!
Seringkali dipandang sebelah mata sehingga depresi ini tidak terdeteksi
6 Maret 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Saat hamil, Mama mungkin sering mengalami perubahan emosi. Itu normal terjadi. Namun, perubahan emosi ini tidak berhenti begitu saja setelah melahirkan. Banyak mama yang mengalami baby blues atau bahkan depresi postpartum.
Periode postpartum adalah tornado emosional, sering kali lebih banyak perubahan suasana hati, tangisan, dan mudah tersinggung. Alih-alih merasakan kegembiraan karena hadirnya anggota keluarga baru, Mama malah sering menangis atau kesal.
Ternyata, bukan cuma Mama saja yang dapat mengalami depresi postpartum ini. Suami pun berisiko mengalaminya, Ma. Depresi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Untuk membantu Mama dan keluarga, kali ini Popmama.com akan mengulas soal depresi postpartum pada suami. Apa saja gejalanya, ya?
Apa itu Depresi Postpartum?
Menurut sebuah studi oleh American Journal of Men's Health, 13,3 persen calon papa mengalami peningkatan gejala depresi selama trimester ketiga kehamilan pasangan mereka. Sedangkan untuk masa nifas, perkiraan jumlah pria yang mengalami depresi postpartum dalam dua bulan pertama setelah melahirkan bervariasi dari 4 hingga 25 persen, menurut sebuah penelitian tahun 2007.
Depresi postpartum adalah depresi yang terjadi setelah melahirkan. Kondisi ini sering dianggap sebagai baby blues, padahal ini adalah dua hal yang berbeda. Jika baby blues dapat berlangsung hingga dua minggu pertama setelah Mama melahirkan, depresi postpartum dapat berlangsung lebih lama dan biasanya tidak akan mereda tanpa pengobatan.
Editors' Pick
Suami juga Dapat Mengalami Depresi Postpartum
Meski biasanya terjadi pada mama yang baru melahirkan, depresi postpartum juga ternyata dapat dialami oleh para suami. Namun berbeda dengan para mama, depresi postpartum yang dialami suami biasanya jarang terdeteksi, Ma. Salah satu alasannya adalah karena hal ini masih dipandang sebelah mata.
Pada suami, depresi ini biasanya disebabkan oleh faktor non hormonal. Misalnya ketakutan akan menyakiti bayi, merasa tidak dapat menjadi papa yang baik, atau cemas akan kemampuan finansial.
Gejala Depresi Postpartum pada Suami
Gejala depresi postpartum yang dialami suami biasanya tidak jauh berbeda dengan para istri yang baru melahirkan, yaitu:
- Frustrasi atau mudah tersinggung,
- menjadi mudah stres,
- merasa kecil hati,
- kelelahan,
- kurang motivasi,
- isolasi dari keluarga dan teman.
Ada beberapa gejala yang cenderung lebih umum pada depresi postpartum yang dialami oleh suami.
"Laki-laki dan perempuan mungkin mengalami gejala depresi mereka secara berbeda," kata Sheehan Fisher, PhD, psikolog klinis perinatal dan asisten profesor di departemen psikiatri dan ilmu perilaku di Northwestern University.
"Ada penelitian tentang konsep 'depresi maskulin' yang menunjukkan bahwa laki-laki dapat melaporkan dan terlibat dalam perilaku eksternal, seperti agresi, hiperseksualitas, dan penggunaan zat tertentu [seperti alkohol] sebagai respons terhadap depresi," katanya.
Tidak jarang laki-laki mengabaikan perasaan sedih, putus asa, atau bersalah, kata Dr. Sarah Allen, psikolog dan direktur Postpartum Depression Alliance of Illinois. "Laki-laki mungkin juga merasa ada konflik antara bagaimana menurut mereka seharusnya (mereka bersikap) dan bagaimana perasaan mereka sebenarnya," katanya.
Bagaimana Mengatasi Depresi Postpartum yang Dialami oleh Suami?
Alih-alih mengungkapkan rasa frustrasi, suami cenderung meresponnya dalam beberapa bentuk tindakan atau hanya memendam gejala yang dialami. Jika dibiarkan, ini dapat menyebabkan beberapa hal yang tidak diinginkan, salah satunya adalah perpisahan.
Langkah pertama adalah menyadari bahwa penyakit mental tidak mendiskriminasi. Siapapun bisa terkena depresi, termasuk para papa.
Komunikasi menjadi hal yang penting. Selain itu, saling terbuka dan mendukung antar pasangan membuat kesulitan dan kecemasan yang terjadi akan dirasa lebih ringan. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika Mama atau Papa kewalahan dalam mengurus si Kecil. Ingat, Mama dan Papa juga perlu istirahat. Kurang tidur atau kelelahan menjadi salah satu pemicu depresi ini.
Jika depresi menjadi semakin berat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Penderita depresi postpartum perlu mendapatkan pengobatan, namun durasi pengobatan pada tiap penderita bisa berbeda-beda. Secara umum, pengobatan dapat dilakukan dengan psikoterapi dan obat-obatan, serta dukungan dari keluarga.
Psikoterapi dilakukan agar penderita dapat membicarakan hal yang dirasakan atau dipikirkannya, sekaligus untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Terkadang, psikoterapi dilakukan juga dengan melibatkan pasangan atau anggota keluarga lain untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami penderita.
Itulah informasi mengenai depresi postpartum pada suami. Jika Mama atau Papa mengalaminya, jangan ragu untuk mengutarakan atau mencari bantuan. Kesehatan mental perlu diutamakan, Ma!
Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga:
- Hati-hati, 5 Hal ini Menyebabkan Sindrom Baby Blues pada Ibu Hamil
- Hasil Studi: Ini Penyebab Depresi pada Ibu Hamil yang Harus Diwaspadai
- Apakah Mama Dapat Menyusui Ketika Mengalami Depresi Pasca Kelahiran?