Pasangan yang baru saja menikah sering kali merasa sangat antusias menunggu kehamilan. Momen ini adalah salah satu hal yang penuh kebahagiaan dan harapan untuk masa depan.
Namun, di balik kegembiraan tersebut, penting juga bagi pasangan untuk memahami berbagai kondisi kehamilan yang berpotensi berbahaya, salah satunya adalah kehamilan di luar kandungan.
Masih banyak orang yang keliru dengan menganggap bahwa kehamilan di luar kandungan atau kehamilan ektopik sama dengan kehamilan normal. Padahal, kedua kondisi ini sangat berbeda dan keduanya juga memerlukan perhatian serta penanganan yang berbeda pula.
Walaupun hamil normal dan hamil ektopik memiliki ciri-ciri yang sama, tetapi keduanya berbeda. Agar tidak keliru lagi, yuk, simak ulasan Popmama.com yang membahas mengenai perbedaan hamil normal dan hamil di luar kandungan.
Apa Itu Hamil Normal?
Freepik
Kehamilan normal terjadi ketika embrio yang dibuahi menempel di dinding rahim dan berkembang menjadi janin. Proses ini melibatkan beberapa tahap, mulai dari pembuahan sel telur oleh sperma hingga implantasi di rahim. Selama kehamilan, janin berkembang secara bertahap dalam rahim.
Selama trimester pertama, embrio berkembang menjadi janin yang semakin besar. Ibu hamil biasanya mengalami berbagai perubahan fisik dan emosional, seperti mual, muntah, dan perubahan suasana hati. Pemeriksaan prenatal rutin membantu memantau kesehatan janin dan ibu serta memastikan bahwa janin berkembang dengan baik.
Jika dirawat dengan baik, kehamilan normal biasanya tidak menimbulkan komplikasi serius. Nutrisi yang cukup, istirahat yang cukup, dan pemeriksaan rutin sangat penting untuk mendukung kesehatan ibu dan janin. Dengan perawatan yang tepat, kehamilan normal dapat berjalan lancar hingga persalinan.
Apa Itu Hamil di Luar Kandungan?
Pixabay/contato1034
Kehamilan di luar kandungan atau ektopik adalah kondisi di mana embrio menempel dan berkembang di luar rahim. Lokasi yang paling umum terjadi kehamilan ektopik adalah tuba falopi, namun dapat juga terjadi di ovarium, rongga perut, atau leher rahim.
Tempat-tempat tersebut tidak dirancang untuk mendukung perkembangan janin, sehingga kehamilan ektopik tidak dapat berkembang dengan baik dan berisiko menyebabkan komplikasi.
Lalu saat proses implantasi pada kehamilan ektopik terjadi pertumbuhan embrio di tempat yang tidak sesuai. Ini bisa mengakibatkan nyeri yang parah dan pendarahan internal karena jaringan di luar rahim tidak dapat menyediakan dukungan yang diperlukan untuk perkembangan embrio. Kondisi ini sering kali tidak terdeteksi pada awalnya karena gejalanya bisa mirip dengan kehamilan normal.
Kehamilan ektopik memerlukan penanganan medis segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada organ yang terlibat dan untuk melindungi kesehatan ibu.
Penanganan bisa berupa penggunaan obat untuk menghentikan pertumbuhan embrio atau tindakan pembedahan untuk mengangkat jaringan ektopik. Penanganan yang tepat penting untuk menghindari risiko yang lebih besar. Peluang terjadinya kehamilan ektopik adalah 1 dari 8 kehamilan.
Editors' Pick
Gejala Hamil di Luar Kandungan
Freepik
Melansir Embry Woman Health, perempuan yang mengalami kehamilan ektopik pada awalnya mungkin mengalami gejala kehamilan umum seperti mual, terhentinya menstruasi, dan pembesaran perut.
Namun, seiring waktu, gejala-gejala yang tidak biasa akan muncul. Gejala umum dari kehamilan ektopik meliputi:
Nyeri hebat di perut dan panggul.
Nyeri di area rektum (bagian akhir usus besar).
Perdarahan berat.
Pusing dan pingsan.
Gejala-gejala di atas mungkin hampir mirip dengan gejala kehamilan normal, untuk memastikannya, Mama harus rutin melakukan pemeriksaan prenatal untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Faktor Penyebab Kehamilan di Luar Kandungan
Freepik/wirestock
Semua perempuan yang aktif secara seksual berisiko mengalami kehamilan ektopik. Namun, risiko tersebut dapat meningkat tergantung pada beberapa faktor.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik:
Perempuan yang hamil pada usia lebih dari 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami kehamilan ektopik.
Perempuan yang memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID) berisiko lebih besar, karena kondisi ini dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan pada saluran tuba.
Jika perempuan memiliki riwayat endometriosis, di mana jaringan endometrium tumbuh di luar rahim, risiko kehamilan ektopik juga meningkat.
Riwayat infeksi seksual seperti gonore dan klamidia dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik, karena infeksi ini dapat merusak saluran tuba.
Perempuan yang pernah menjalani operasi seperti aborsi, sterilisasi, atau prosedur bedah di area panggul atau perut memiliki risiko lebih tinggi mengalami hamil ektopik.
Penggunaan IUD sebagai metode kontrasepsi juga sedikit meningkatkan risiko kehamilan ektopik.
Adanya kelainan struktural pada saluran tuba dapat mempengaruhi pergerakan telur dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik.
Kebiasaan merokok juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Mengetahui faktor-faktor di atas dapat membantu para perempuan untuk memahami risiko kehamilan ektopik dan pentingnya pemantauan kesehatan selama kehamilan.
Bisakah Hamil Lagi setelah Kehamilan Ektopik?
Freepik
Tentu saja bisa, ya, Ma. Kemungkinan untuk hamil lagi setelah mengalami kehamilan ektopik adalah cukup tinggi. Mama memiliki peluang sekitar 65 persen untuk hamil lagi setelah mengalami kondisi hamil ektopik. Namun, ada juga risiko sekitar 10 persen untuk mengalami kehamilan ektopik kembali.
Pada beberapa kasus kehamilan ektopik, mungkin diperlukan tindakan medis seperti pengangkatan salah satu tuba falopi. Jika kedua tuba falopi harus diangkat, kehamilan secara alami tidak akan mungkin terjadi. Dalam situasi tersebut, prosedur seperti In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung bisa menjadi pilihan untuk meraih kehamilan.
Berapa Lama Waktu yang Diperlukan untuk Hamil Lagi setelah Kehamilan Ektopik?
Freepik/jcomp
Melansir laman Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, umumnya disarankan untuk hamil lagi menunggu 3-6 bulan agar Mama pulih secara fisik dan emosional sebelum mencoba hamil lagi.
Bagi Mama yang menjalani penanganan kehamilan ektopik dengan laparoskopi, kehamilan kembali biasanya dapat dicoba setelah dua siklus menstruasi. Sementara itu, jika Mama menerima suntikan methotrexate untuk menangani kehamilan ektopik, disarankan untuk menunggu setidaknya 3 bulan atau hingga kadar hormon hCG turun di bawah 5 IU/mL, yang bisa dipantau melalui tes darah.
Nah, itulah ulasan mengenai perbedaan hamil normal dan hamil di luar kandungan. Ingat, untuk selalu memantau perkembangan kehamilan dan lakukan konsultasi prenatal secara rutin, ya, Ma.