Deteksi Dini Kelainan pada Janin, Kapan Perlu Dilakukan?
Lakukan sedini mungkin agar cepat ditangani
11 Januari 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ada alasan mengapa ibu hamil perlu rutin melakukan kontrol kehamilan tiap bulan. Hal ini akan membantu deteksi lebih awal ketika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada kandungan, seperti kelainan janin atau kecacatan janin.
Pemeriksaan USG menjadi salah satu upaya deteksi dini kelainan pada janin. Maka, ibu hamil sekurang-kurangnya melakukan pemeriksaan USG sebanyak tiga kali selama mengandung.
Namun, kapan sebenarnya deteksi dini kelainan janin ini dapat dilakukan? Popmama.commerangkum jawabannya dari berbagai sumber berikut.
1. USG trimester I untuk mendeteksi risiko kelainan kromosom
Mama pernah mengamati apa saja yang diperiksa dokter kandungan saat melakukan USG?
Biasanya, dokter akan mengukur guna memastikan pertumbuhan janin normal, apakah Mama mengandung satu janin atau lebih, serta perkiraan usai kehamilan.
Pemeriksaan USG pada masa awal kehamilan atau usia kandungan 6-8 minggu dapat membantu perkiraan risiko kelainan kromosom. Misalnya, down syndrome yang diketahui melalui peningkatan volume cairan di bagian belakang leher janin.
Pemeriksaan cacat lahir juga dilakukan dengan mengecek kondisi otak dan saraf tulang belakang. Jika ditemukan sejak awal, dokter bisa mengambil langkah penanganan dini pula.
Penjelasan itu menunjukkan pentingnya melakukan pemeriksaan USG pada trimester I untuk deteksi dini kelainan janin.
Editors' Pick
2. USG trimester II untuk memantau perkembangan janin
Pemeriksaan USG di trimester II perlu untuk mengetahui perkiraan usia kehamilan. Karena janin sudah berkembang, dokter akan mengecek bagaimana ukuran dan posisi janin, posisi plasenta, dan volume cairan ketuban.
Kemudian, di usia kehamilan ini dokter juga bisa mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan cacat lahir pada janin, seperti masalah jantung, bagian anggota badan tidak lengkap, bibir sumbing, spina bifida, dan cacat tabung saraf.
3. USG trimester III untuk mengecek persiapan kelahiran
Pemeriksaan USG di trimester III akan meningkat frekuensinya dari satu bulan sekali menjadi seminggu atau dua minggu sekali, tergantung kondisi kehamilan Mama di trimester akhir.
Biasanya, dokter akan lebih intens memastikan pergerakan janin, apakah normal atau tidak. Begitu juga dengan ukuran dan posisi janin, banyak sedikitnya cairan ketuban, serta posisi plasenta.
Semua itu dilakukan sebagai persiapan jelang kelahiran. Kontrol rutin menjelang hari persalinan memang dibutuhkan agar Mama siap secara fisik dan mental menghadapi hari kelahiran si Kecil.
4. Beberapa jenis tes pemeriksaan dini pada janin
Dalam melakukan screening pada janin, dokter lebih dulu melakukan pemeriksaan awal pada usia kehamilan 11-20 minggu. Hal ini perlu untuk mengecek kemungkinan kelainan kromosom pada janin.
Kemudian, dokter melakukan serangkaian pemeriksaan lanjutan, yaitu USG, tes darah, atau kombinasi kedua tes tersebut. Pemeriksaan USG bermanfaat mendeteksi kelainan fisik, sedangkan tes darah bisa mendeteksi risiko kelainan bawaan.
Kombinasi kedua tes itu dilakukan guna mencari kemungkinan risiko kelainan kromosom, seperti sindrom Jacob atau Down Syndrome.
Sesudah pemeriksaan awal dilakukan, beberapa jenis tes diagnosis perlu diadakan guna memastikan bayi berisiko mengalami suatu kelainan, antara lain:
- Amniosentesis, pengambilan sampel cairan ketuban untuk memeriksa kelainan kromosom pada bayi. Dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu dengan tingkat akurasi mencapai 99%.
- Chorionic villus sampling (CVS), tes yang dilakukan guna menemukan suatu masalah pada janin, termasuk kelainan kromosom dan genetik. Biasa dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu melalui pengambilan sampel sel chorionic villus yang ada dalam plasenta dengan jarum khusus.
- Fetal blood sampling (FBS), tes yang dilakukan dengan mengambil sampel darah bayi langsung dari tali pusar maupun janin. Dilakukan untuk mengecek apakah janin mengalami infeksi, kadar oksigen rendah, atau anemia.
5. Risiko keguguran pada tes diagnosis
Di luar pemeriksaan USG dan tes darah, pemeriksaan penunjang tes diagnosis di atas mempunyai risiko terjadinya keguguran sebesar 0,5-2%. Maka, tes diagnosis ini tidak dilakukan pada semua kehamilan.
Biasanya, dokter menyarankan tes diagnosis ini pada wanita hamil berisiko tinggi, seperti mereka yang pernah melahirkan anak dengan kelainan genetik atau kelainan kromosom, usia ibu hamil di atas 35 tahun, dan wanita dengan riwayat anggota keluarga memiliki kelainan bawaan.
Beberapa jenis kelainan janin bisa ditangani lebih awal dengan memberikan treatment khusus selama masa kehamilan.
Namun, tidak semua kelainan janin atau cacat lahir bisa disembuhkan sebelum kelahiran bayi.
Maka, berdiskusi tentang langkah apa yang paling tepat bersama dokter menjadi cara terbaik untuk menangani kelainan pada janin.
Jadi, Mama dan Papa sama-sama paham konsekuensi seperti apa yang harus dijalani dengan pengambilan keputusan tersebut.
Baca juga:
- Inilah 5 Pantangan Saat Batuk di Masa Kehamilan
- Selain Stres, Ini Penyebab Keguguran pada Ibu Hamil
- 5 Solusi Baik untuk Megurangi Mual Saat Hamil Muda