Faktor Kehamilan dengan Down Syndrome dan Cara Diagnosisnya
Apakah Mama berisiko? Lihat di sini!
16 Februari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Down syndrome adalah kondisi kelainan genetik yang menyebabkan seorang anak memiliki ciri fisik tertentu dan perbedaan kemampuan belajar. Kini, sindrom ini telah banyak ditemukan di tengah masyarakat.
Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter bernama John Langdon Down pada tahun 1866, dan dinamakan Down Syndrome mengikuti nama sang penemu. Penyebab down syndrome dikenal juga sebagai trisomy 21, yang ditemukan pada tahun 1959.
Di negara Amerika Serikat, down syndrome terjadi pada 1 dari setiap 800 kelahiran, atau ada sekitar 6.000 bayi yang lahir dengan down syndrome setiap tahunnya.
Diperkirakan, sekitar 85 persen bayi dengan down syndrome hanya bertahan hidup satu tahun dan 50 persen dari mereka akan hidup lebih lama dari 50 tahun.
Menurut National Down Syndrome Society, ada lebih dari 350.000 orang yang hidup dengan down syndrome di Amerika Serikat. Begitu pula di Indonesia, yang juga sudah menyentuh angka ribuan.
Apa yang Menyebabkan Down Syndrome Terjadi?
Down syndrome dapat disebabkan oleh pembelahan sel abnormal pada kromosom 21, ketika proses kehamilan terjadi.
Down syndrome terjadi saat sel pada kromosom ke-21 mengalami pembelahan abnormal, yang menyebabkan materi genetik berkembang lebih banyak dari biasanya.
Ada tiga jenis pembelahan sel abnormal pada kromosom 21 yang dapat menyebabkan terjadinya down syndrome. Tiga jenis genetik tersebut meliputi:
- Trisomi 21, lebih dari 90 persen kasus down syndrome disebabkan oleh trisomi 21 ini. Pembelahan sel abnormal ini terjadi ketika telur dan sperma bersatu dan terjadi pembuahan, kromosom 21 yang harusnya hanya berkembang 2 pasang, dalam kondisi ini berkembang menjadi 3 pasang pada setiap sel tubuhnya.
- Mosaic down syndrome, ini merupakan kondisi yang langka, yaitu kurang dari 2 persen dari total kasus down syndrome. Prosesnya mirip dengan trisomi 21 sederhana, tetapi pada mosaic syndrome ini pembelahan abnormal pada kormosom 21 hanya terjadi pada beberapa sel saja dan tidak semua sel. Karena itu, dalam kondisi ini individu memiliki campuran kromosom yang normal dan abnormal, atau mungkin juga memiliki trisomi 21 pada sebagian selnya. Pembelahan abnormal ini terjadi secara acak, setelah pembuahan.
- Translokasi down syndrome, terjadi pada sekitar 3-4 persen dari kasus down syndrome. Kondisi ini terjadi ketika bagian dari kromosom 21 terbawa atau menempel (translokasi) pada kromosom lainnya (biasanya pada kromosom 13, 14, atau 15), sebelum atau saat pembuahan berlangsung. Penderita biasanya tidak akan menunjukkan gejala down syndrome karena mereka memiliki jumlah materi genetik yang normal, tetapi mereka juga memiliki materi kromosom 21 yang menempel pada kromosom lain.
Dalam semua kasus down syndrome, belum diketahui secara pasti apakah ada penyebab dari faktor lingkungan atau perilaku yang memicu terjadinya kelainan genetik ini.
Faktor yang Mungkin Memicu Terjadinya Kehamilan Down Syndrome
Dikutip dari laman American Pregnancy, beberapa orangtua mungkin berisiko lebih besar memiliki bayi dengan down syndrome. Faktor-faktor tersebut meliputi:
Editors' Pick
1. Usia ibu
Perempuan yang berusia lebih tua disebut memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami pembelahan kromosom abnormal.
Risiko down syndrome ini akan meningkat seiring dengan pertambahan usia perempuan.
Menurut National Down Syndrome Society, seorang perempuan berusia 25 tahun punya 1 dari 1.300 kemungkinan memiliki bayi dengan down syndrome;
Usia 30 tahun risiko akan meningkat menjadi 1 dari 1.000; pada usia 35 tahun akan meningkat lagi menjadi 1 dari 350;
Pada usia 40 meningkat lagi hingga 1 dari 90 kemungkinan; dan usia 45 berisiko 1 dari 30 kemungkinan;
Maka, jika Mama berniat hamil di usia 35 tahun ke atas, ada baiknya Mama dan pasangan menjalani konseling genetik terlebih dahulu untuk mengantisipasi kemungkinan yang bisa terjadi.
2. Anak sebelumnya memiliki down syndrome
Umumnya, pasangan yang sebelumnya memiliki satu anak dengan down syndrom, akan mengalami peningkatan risiko sekitar 1 persen untuk kembali memiliki anak dengan down syndrome di kehamilan berikutnya.
3. Induk pembawa kelainan genetik
Orangtua yang membawa translokasi genetik down syndrome memiliki peningkatan risiko, tergantung pada jenis translokasinya.
Oleh karena itu, pemeriksaan pranatal dan konseling genetik juga penting dilakukan sebelum hamil.
Perlu diketahui, 15 sampai 30 persen perempuan pembawa trisomi 21 bisa memiliki anak, tetapi berisiko 50 persen melahirkan anak dengan down syndrome.
Skrining dan Diagnosis Selama Kehamilan
Berbagai tes skrining saat hamil dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya down syndrome.
Tes skrining ini memang tidak bisa memastikan apakah bayi akan mengalami down syndrome atau tidak, tetapi hanya memberikan indikasi kemungkinan terjadinya down syndrome.
Tes skrining yang dilakukan akan meliputi USG dan tes darah pada trimester pertama dan kedua.
Jika tes skrining positif atau adanya risiko tinggi terjadi sindrom Down, Mama perlu melakukan pengujian lebih lanjut, yaitu tes diagnostik.
Tes diagnostik yang dapat mengidentifikasi down syndrome meliputi, amniosentesis, chorionic villus sampling (CVS), dan percutaneous umbilical blood sampling (PUBS).
Baca juga:
- Membahayakan Kehamilan, Kenali Penyebab Plasenta Akreta
- Penting! Kenali Sejak Dini Kehamilan Molar alias Kehamilan Anggur
- Persiapkan Kucing Peliharaan untuk Menerima Bayi Mama yang Baru Lahir