Hukum Hamil di Luar Nikah menurut Islam dan Peraturan Pemerintah
Yuk, ketahui hukum hamil di luar nikah berdasarkan agama Islam dan ketentuan pemerintah
23 Juni 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pendapat Islam mengenai hamil di luar nikah mengundang banyak pertanyaan dan argumen di kalangan masyarakat. Namun, satu hal yang pasti, pernikahan dalam agama Islam merupakan sebuah bentuk ibadah.
Melansir dari jurnal terbitan Universitas Pendidikan Indonesia, terdapat beberapa faktor yang menyatakan pernikahan bisa dikatakan sah. Pertama, ketika mempelai perempuan dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya.
Kedua, ketika pernikahan dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki. Lalu yang terakhir ialah adanya wali dari pihak mempelai perempuan.
Ketiga syarat ini merupakan pendapat dari Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Hasan Basari, Ibn Abi Layla, dan Ibn Syubrumah.
Lantas, bagaimana ya dengan hukum kamil di luar nikah? Yuk, simak pembahasannya telah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber.
Editors' Pick
1. Hukum hamil di luar nikah menurut pendapat para ulama
Hamil di luar nikah merupakan hal yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Namun, tak bisa dipungkiri, hal tersebut masih banyak terjadi. Perempuan yang hamil di luar nikah akan dianggap sebagai aib dalam keluarga.
Maka dari itu, perempuan yang hamil harus segera dinikahi untuk menutupi aibnya. Mengutip dari jurnal Hukum Perdata Islam, Imam Syafi’I mengatakan pernikahan akibat hamil di luar nikah adalah sah hukumnya.
Namun, proses pernikahan tidak bisa dilangsungkan ketika seorang perempuan dalam keadaan hamil. Baik pernikahan dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki lain yang bukan menghamilinya.
Hal itu tercantum dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43. Dilarangnya pernikahan tersebut adalah karena perempuan hamil termasuk golongan yang haram untuk dinikahi.
Namun, pendapat ini berbeda dengan pernyataan Imam Hanafi. Imam Hanafi hanya membolehkan perempuan hamil dinikahi oleh laki-laki yang melakukan zina dengannya.
Di sisi lain, menurut Imam Maliki dan Hambali tidak memperbolehkan perempuan yang hamil di luar nikah untuk menikah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun yang tidak menghamilinya.
2. Zina sangat dilarang dalam agama Islam
Melansir dari Nu Online, orang yang melakukan zina akan terkena hukuman had. Secara umum, hukuman had tergantung siapa pelakunya, bisa dengan rajam atau dengan jild (dera) serta pengasingan.
Jika perbuatan zina masuk kategori zina muhshan, maka hukuman hadnya yakni dengan rajam. Namun, jika ternyata zina sampai menyebabkan kehamilan, maka pelaksanaan rajam bisa setelah melahirkan bayinya.
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْحَامِلَ لاَ تُرْجَمُ حَتَّى تَضَعَ
“Ibnu al-Mundzir berkata; para ulama telah sepakat bahwa orang hamil tidak dirajam sampai ia melahirkan”. (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu’un al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait Dar as-Salasil, cet ke-1, 1404 H, juz, 22, h. 126).