Pentingnya Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian
Dunia medis kini terbantu dengan adanya deteksi dini preeklamsia demi kesehatan Mama dan janin
21 Maret 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kehamilan merupakan masa di mana tubuh perempuan lebih rentan terkena berbagai serangan penyakit dibanding sebelumnya. Terdapat beberapa gangguan yang hanya muncul pada masa kehamilan, salah satunya yakni preeklamsia.
Preeklamsia adalah gangguan tekanan darah yang terjadi pada ibu hamil dan dapat menyebabkan komplikasi termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati. Umumnya, gangguan preeklamsia muncul setelah minggu ke-20 kehamilan.
Dokter Spesialis Kandungan dari RSIA Bunda dr. Aditya Kusuma, SpOG menerangkan bahwa preeklamsia banyak muncul pada ibu hamil di atas usia 37 minggu.
“Sebenarnya paling sering muncul itu di usia 9 bulan dan lebih jarang muncul ya pada ibu hamil sebelum usia 34 minggu. Namun, semakin dini seorang perempuan hamil menderita preeklamsia, maka semakin berat pula konsekuensi untuk ibu dan janin. Untuk mencegahnya lebih baik periksa sejak dini, khususnya rutin mulai periksa di usia 11 dan 13 minggu,” ujar dr. Aditya Kusuma dikutip dari Sesi Edukasi Media: Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin pada Selasa (12/10/2021).
Dalam sesi edukasi tersebut, kali ini Popmama.com telah merangkum informasi terkait pentingnya deteksi dini preeklamsia sejak trimester pertama demi mencegah risiko komplikasi kesehatan dan kematian pada Mama dan janin.
Simak ulasan penting ini yuk, Ma!
1. Risiko preeklamsia untuk Mama dan janin
dr. Aditya Kusuma, SpOG dari RSIA Bunda menjelaskan preeklamsia dalam bahasa Yunani dapat berarti petir. Ini dikarenakan kondisi tersebut tidak dapat diprediksi dan ketika datang bisa bersifat merusak.
Salah satu gejala preeklamsia, yakni memiliki tensi tinggi, baik di tengah atau di akhir kehamilan. Hingga sekarang, sayangnya masih banyak ibu hamil yang tidak terlalu aware dengan tensi tinggi.
Padahal jika sudah terkena preeklamsia, maka ibu hamil dan janin dapat terkena berbagai risiko buruk antara lain:
- Persalinan prematur: bayi yang lahir sebelum waktu kelahiran dapat menimbulkan konsekuensi janin dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Kematian janin: preeklamsia tidak hanya berbahaya bagi tubuh ibu hamil saja, tetapi juga bagi janin.
- Berat badan lahir rendah: ini punya risiko jangka panjang bagi sang bayi. Sebab, bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpeluang terkena diabetes, penyakit ginjal, dan kelainan jantung saat remaja.
- Solusi plasenta: plasenta yang terlepas sebelum waktunya dapat membahayakan bayi dan juga menimbulkan pendarahan hebat bagi sang Mama.
- Kejang (eklampsia): mengalami kejang mendadak tanpa adanya gejala dapat membuat ibu hamil tidak sadarkan diri dan berujung masuk ke ruang rawat intensif.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan preeklamsia
Preeklamsia tidak disadari karena banyak ibu hamil selalu berasumsi bahwa tensinya normal. Preeklamsia merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas ibu hamil serta janin di dalam kandungan.
Berdasarkan sebuah studi di tahun 2016, telah terbukti bahwa preeklamsia menyumbang sebanyak 76.000 kematian ibu hamil di dunia setiap tahunnya. Kemudian, preeklamsia juga menyebabkan sebanyak 500.000 kematian janin di dunia setiap tahun.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan preeklamsia, yakni:
- Kehamilan pertama
- Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
- Riwayat preeklamsia pada keluarga
- Kehamilan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Mengandung lebih dari satu janin atau kembar
- Ibu hamil dengan penyakit ginjal atau hipertensi kronis
- Obesitas