Aktris sekaligus presenter Nadia Mulya baru-baru ini diketahui menjalani tes kromosom pada kehamilan anak keempatnya. Sempat deg-degan, ia kini sudah lega karena hasil tesnya sangat baik.
Nah, sebenarnya apa ya Ma tes kromosom itu? Perlukah semua ibu hamil melakukan tes kromosom?
Pada dasarnya, kelainan kromosom pada bayi dalam kandungan bisa saja terjadi. Hal ini dikarenakan adanya berbagai faktor. Tes kromosom ini diyakini dapat mendeteksi kelainan tersebut, sehingga dokter dan orang tua bisa melakukan penanganan lebih dini.
Berikut Popmama.com kumpulkan informasi lengkap tentang tes kromosom yang perlu Mama ketahui:
1. Apa itu tes kromosom?
Pexels/Pixabay
Tes kromosom merupakan pemeriksaan atau skrining pada janin dalam kandungan. Nantinya, dari hasil tes ini akan diketahui apakah janin Mama memiliki kelainan kromosom atau tidak.
Selain itu, apabila Mama sebelumnya memiliki riwayat keguguran berulang, tes kromosom ini juga bisa menemukan apakah ada riwayat kelainan kromosom yang memicu kondisi tersebut.
Tes atau skrining awal yang bisa Mama lakukan di antaranya dalam bentuk pemeriksaan USG atau tes darah.
Seperti disebutkan sebelumnya, tes kromosom memiliki berbagai manfaat di antaranya untuk mendeteksi apakah ada kelainan kromosom pada janin dalam kandungan.
Pemeriksaan ultrasound atau USG dapat mendeteksi ada atau tidaknya kelainan fisik seperti spina bifida. Spina bifida merupakan cacat lahir yang ditandai dengan adanya kelainan pada tulang belakang atau sumsum tulang belakang bayi.
Kelainan ini dipicu oleh gagalnya proses pembentukan sumsum tulang belakang saat masa awal kehamilan. Akibatnya, beberapa ruas tulang belakang bayi tidak bisa menutup dengan sempurna.
Sementara itu, pada tes darah bisa juga dideteksi adanya risiko kelainan darah seperti anemia sel sabit. Nanti hasil tes keduanya bisa membantu mendeteksi apakah ada risiko kelainan kromosom pada janin, seperti misalnya down syndrome.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melakukan tes kromosom. Salah satunya yakni amniosentesis. Ini merupakan tes kromosom dengan mengambil sampel berupa cairan ketuban. Biasanya amniosentesis dilakukan pada usia kehamilan antara 16-20 minggu.
Kelainan yang bisa dideteksi melalui amniosentesis di antaranya down syndrome, Turner syndrome dan kelainan tabung saraf pada bayi.
Selain itu, ada pula pengambilan sampel berupa fetal blood sampling atau FBS. Pada tes ini, sampel yang diambil adalah sampel darah bayi langsung dari tali pusat. Selain untuk mendeteksi kelainan kromosom, sampel darah ini juga bisa mendeteksi adanya infeksi atau anemia pada janin.
4. Siapa yang perlu melakukan tes kromosom?
Pexels/Rene Asmussen
Dilansir Web MD, salah satu yang dianjurkan untuk melakukan tes kromosom adalah para Mama yang hamil dalam usia 35 tahun ke atas. Pada waktu ini, Mama berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah kehamilan.
Biasanya waktu yang dianjurkan adalah pada trimester pertama, tepatnya pada usia kehamilan antara 11-20 minggu. Tes yang dilakukan pada tahap ini yakni tes darah dan USG.
Apabila ada hasil yang tidak normal, biasanya dokter kemudian akan meminta Mama untuk melakukan amniosentesis. Tindakan ini dilakukan untuk mengecek lebih jauh apakah janin dalam kandungan Mama benar-benar memiliki kelainan kromosom atau tidak.
Papa dan Mama yang sedang melakukan program bayi tabung juga dianjurkan untuk melakukan tes kromosom. Dengan begitu, bisa dipastikan embrio yang dipilih tidak memiliki kelainan kromosom, Ma.
Yang pasti, saat Mama memutuskan untuk menjalani tes ini, Mama juga harus menyiapkan mental, ya. Terima dengan lapang dada apapun hasil tesnya.
5. Jenis-jenis kelainan kromosom pada janin
Pixabay/Ben_Kerckx
Ada beberapa jenis kelainan kromosom yang bisa dialami janin dalam kandungan. Beberapa di antaranya yakni down syndrome, spina bifida dan thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, spina bifida adalah merupakan cacat lahir yang ditandai dengan adanya kelainan pada tulang belakang atau sumsum tulang belakang bayi.
Sementara itu, down syndrome atau sindrom down adalah ketika jumlah kromosom yang ada berbeda dari biasanya. Kondisi ini mengakibatkan adanya gangguan pada kemampuan belajar anak.
Tampilan fisik anak dengan down syndrome pun biasanya tampak berbeda dibandingkan anak-anak lain pada umumnya.
Thalassemia merupakan kelainan darah di mana ada bentuk yang berbeda dari hemoglobin. Akibat kondisi ini, hemoglobin tidak bisa berfungsi sempurna.