Serba-serbi Sindrom Hiperstimulasi Ovarium dari Terapi Kesuburan
Meski umumnya bersifat, sindrom ini juga bisa berbahaya jika tidak segera diobati
16 September 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Terapi kesuburan menjadi salah satu usaha yang bisa dilakukan bagi pasangan suami istri saat ingin segera memiliki momongan. Seringkali terapi kesuburan juga memiliki efek samping.
Salah satu efek samping yang bisa terjadi yakni sindrom hiperstimulasi ovarium atau ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS).
Dikutip dari situs Morula IVF Indonesia, sindrom hiperstimulasi ovarium adalah efek samping yang umum dari terapi kesuburan, terutama obat-obatan yang digunakan selama program fertilisasi in-vitro (IVF).
Berikut informasi lengkap tentang sindrom hiperstimulasi ovarium seperti dirangkum Popmama.com:
1. Apa itu sindrom hiperstimulasi ovarium?
Sindrom hiperstimulasi ovarium adalah suatu kondisi di mana indung telur bereaksi secara abnormal terhadap obat kesuburan yang diberikan terutama untuk menginduksi konsepsi. Kondisi ini menjadi salah satu efek samping yang umum terjadi dari terapi kesuburan.
Sindrom hiperstimulasi ini ditandai dengan adanya pembesaran ovarium yang signifikan karena beberapa kista ovarium dan pergeseran cairan dalam ruang jaringan.
Walaupun sebagian besar kasus sindrom hiperstimulasi ovarium bersifat ringan dan umum terjadi, namun beberapa kasus parah mungkin saja terjadi.
Sindrom hiperstimulasi ovarium terutama memengaruhi perempuan yang menjalani terapi suntikan hormon atau obat-obatan untuk meningkatkan pertumbuhan telur di ovarium.
Dengan kata lain, ovarium (indung telur) bereaksi berlebihan terhadap obat dan menghasilkan terlalu banyak kantung telur (folikel).
Editors' Pick
2. Penyebab sindrom hiperstimulasi ovarium
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari sindrom hiperstimulasi ovarium. Namun salah satu teori yang berkembang yakni karena peran dari hormon human chorionic gonadotropin (hCG).
hCG adalah hormon yang biasanya diproduksi dan bertanggungjawab untuk proses pembuahan. Selama perawatan kesuburan, hCG dapat diberikan sebagai ‘pemicu’ sehingga kantung telur (folikel) yang matang akan melepaskan telurnya.
Ketika pembuluh darah ovarium bereaksi abnormal terhadap hCG, terjadi penumpukan cairan di ovarium. Dalam kasus yang parah, penumpukan cairan juga dapat terjadi pada rongga perut dan rongga dada.
3. Gejala sindrom hiperstimulasi ovarium
Gejala dari sindrom hiperstimulasi ovarium biasanya terjadi dalam waktu 7-10 hari setelah suntikan obat diberikan untuk merangsang ovulasi. Gejalanya pun dibedakan dari yang tahap ringan (mild) dan berat (severe).
Pada tahap ringan, sindrom ini memiliki gejala seperti nyeri ringan di perut, perut kembung, muntah, kembung dan mual.
Sementara pada tahap berat, sindrom hiperstimulasi ovarium bisa ditunjukkan dengan gejala berupa nyeri hebat di perut bagian bawah, perut membengkak, muntah terus-menerus, sulit bernapas, pertambahan berat badan yang drastis, dan urine tampak pekat.
Gejala tahap ringan umumnya akan hilang dengan sendirinya setelah seminggu, namun kasus yang lebih parah mungkin membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Kasus sedang hingga berat juga kadang membutuhkan observasi, ultrasound/USG, dan pemeriksaan laboratorium darah.
4. Komplikasi sindrom hiperstimulasi ovarium
Dikutip dari Parenting First Cry, meskipun termasuk efek samping umum, namun tetap ada risiko komplikasi yang bisa terjadi pada sindrom hiperstimulasi ovarium.
Beberapa contoh komplikasi yang bisa terjadi di antaranya seperti gangguan hemodinamik dan elektrolit, serta masalah pembekuan darah.
Selain itu, komplikasi lain seperti gagal ginjal, sesak napas dan keguguran juga bisa terjadi. Pecahnya kista (cairan atau rongga berisi darah) dalam ovarium juga bisa terjadi dan dapat menyebabkan perdarahan serius.
5. Diagnosis dan pengobatan sindrom hiperstimulasi ovarium
Untuk menegakkan diagnosis sindrom hiperstimulasi ovarium , dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, tes darah dan sonografi.
Pemeriksaan fisik seperti pengukuran berat badan, lingkar pinggang, keluhan seperti sakit perut, kesulitan bernapas atau keluhan berkemih juga dapat memberikan informasi tambahan pada dokter.
Dalam beberapa kasus, mungkin juga diperlukan pemeriksaan USG pervaginam, untuk mengetahui pembesaran ukuran ovarium.
Kasus sindrom hiperstimulasi ovarium ringan biasanya dapat sembuh secara spontan dalam waktu sekitar seminggu setelah diagnosis.
Proses penyembuhannya dapat dibantu dengan diet tinggi protein atau sesuai dengan anjuran dokter masing-masing.
Sementara itu, kasus sindrom hiperstimulasi ovarium berat mungkin akan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Termasuk di antaranya pemberian cairan infus, antikoagulan (pengencer darah), elektrolit, komponen darah dan perawatan intensif lainnya.
Demikian informasi tentang sindrom hiperstimulasi ovarium yang penting diketahui Mama saat sedang menjalani terapi kesuburan.
Jangan ragu segera cek ke dokter jika curiga mengalaminya, ya.
Baca juga:
- 5 Jenis Makanan yang Baik untuk Kesehatan Ovarium, Wajib Dicoba!
- Kista Ovarium Bikin Program Hamil Sulit Berhasil, Benarkah?
- Mengenal Penyakit Kista Ovarium: Gejala, Penyebab dan Cara Mencegahnya