Dampak jika Sperma tidak Dikeluarkan Menurut Ahli Andrologi!

Walau tidak berbahaya, tetap dapat meningkatkan stres, lho!

5 Agustus 2024

Dampak jika Sperma tidak Dikeluarkan Menurut Ahli Andrologi
Freepik/Dragana_Gordic

Laki-laki memang memproduksi sperma setiap hari sebagai bagian dari proses alami reproduksi mereka. Sperma diproduksi di dalam testis dan disimpan di dalam epididimis, sebuah saluran kecil di belakang testis yang berfungsi sebagai tempat pematangan sperma.

"Sperma diproduksi terus di testis yang nantinya akan ditempatkan untuk sementara di epipidimis dan lalu sperma akan keluar melalui ejakulasi di ekor epipidimis," jelas Prof. Dr. dr. Silvia Werdhy Lestari, M. Biomed, Sp. And saat Virtual Meeting, Selasa (30/07/2024). 

Proses ini memastikan bahwa sperma selalu tersedia untuk membuahi sel telur jika terjadi pembuahan. Namun, bagaimana jika sperma tidak dikeluarkan dalam jangka waktu yang lama?

Lalu apakah ada dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental?

Berikut Popmama.com akan menghadirkan informasi mengenai dampak jika sperma tidak dikeluarkan menurut Prof. Dr. dr. Silvia Werdhy Lestari, M. Biomed, Sp. And dari Bocah Indonesia. 

1. Menyebabkan stres

1. Menyebabkan stres
Pexels/cottonbro

Ketika sperma tidak dikeluarkan, hormon-hormon seperti testosteron dapat diserap kembali oleh tubuh. Penyerapan kembali hormon ini dapat memengaruhi suasana hati dan energi. Pada beberapa lelaki, ini bisa menyebabkan peningkatan tingkat stres karena perubahan hormon dapat memengaruhi keseimbangan kimiawi dalam otak.

"Kalau (sperma) tidak dikeluarkan, seperti berhubungan hanya sebulan sekali, tubuh akan ada mekanisme untuk menyerap. Tapi ada hormon (testosteron) yang tidak terpakai dan menumpuk di badan sehingga bawaannya suka marah-marah nggak jelas dan stres," terang Prof. Silvia sebagai spesialis Andrologi saat Virtual Meeting, Selasa (30/07/2024). 

Editors' Pick

2. Mengurangnya hormon endorfin jadi kurang happy

2. Mengurang hormon endorfin jadi kurang happy
Pexels/Andrew Neel

Aktivitas seksual dan ejakulasi sering kali memicu pelepasan endorfin, yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan. Endorfin membantu mengurangi rasa sakit dan meningkatkan perasaan senang.

"Dari orgasme, ada hormon endorfin yang diproduksi jadi awet muda dan riang, Itu dari pelepasan hormon endorfin tadi (saat orgasme)," jelas Prof. Silvia sebagai spesialis Andrologi. 

Ketika ejakulasi tidak terjadi, produksi endorfin mungkin berkurang, yang bisa membuat seseorang merasa kurang bahagia atau puas. Endorfin berperan penting dalam mengatur mood. 

3. Tidak berisiko kanker prostat

3. Tidak berisiko kanker prostat
Freepik/kenchiro75

Meskipun ada spekulasi bahwa sperma yang tidak dikeluarkan dapat berkontribusi pada risiko kanker prostat, hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara langsung menghubungkan retensi sperma dengan peningkatan risiko kanker prostat.

"Kalau untuk jadi kanker prostat, dari penelitian tidak ada hubunganya. Orang yang sering ejakukasi dan orgasme dibandingkan dengan yang tidak, happy nya beda," terang Prof. Silvia. 

Sperma Lebih Baik Dikeluarkan Seminggu Sekali

Sperma Lebih Baik Dikeluarkan Seminggu Sekali
Unsplash/Deon Black

Menurut Prof. Silvia sebagai ahli Andrologi dari Bocah Indonesia, mengeluarkan sperma setidaknya sekali seminggu dapat bermanfaat untuk kesehatan reproduksi.

"Jadi sebenarnya epipidimis itu bisa penuh sekitar 2 sampai 10 hari tergantung besarnya, jika 2 minggu tidak dikeluarkan biasanya keluar melalui mimpi basah sehingga paling tidak seminggu sekali dikeluarkan, karena sperma yang lain sudah diproduksi lagi," terangnya. 

Jika sperma tidak dikeluarkan secara teratur, ada kemungkinan sperma yang lebih tua akan mengalami degradasi kualitas. Mengeluarkan sperma secara teratur dapat membantu menjaga kualitas sperma tetap optimal. 

Jadi harus Berapa Kali Berhubungan Seksual untuk Program Hamil?

Jadi harus Berapa Kali Berhubungan Seksual Program Hamil
freepik.com/freepik

Menurut  Prof. Dr. dr. Silvia Werdhy Lestari, M. Biomed, Sp. And dari Bocah Indonesia, program hamil tidak efektif bila berhubungan seks hanya sekali dalam sebulan. Prof. Silvia menyarankan untuk berhubungan seksual 2-3 kali seminggu secara rutin guna meningkatkan peluang kehamilan. Konsistensi dalam frekuensi ini dapat memaksimalkan peluang kehamilan dan membantu menjaga kesehatan reproduksi.

"Kalau mau alami itu (tidak bayi tabung dan inseminasi), berhubungan suami istri harus rutin, seminggu 2 sampai 3 kali," terang Prof. Silvia sebagai spesialis Andrologi. 

Nah, jadi itu dia informasi mengenai dampak jika sperma tidak dikeluarkan dan rekomendasi berhubungan seks dalam mendukung program hamil. Semoga bermanfaat, ya! 

Baca juga:

The Latest