Hukum Bayi Tabung dalam Islam Menurut Ustaz Khalid Basalamah
Ada fatwa dari MUI yang mendukung pendapat Ustaz Khalid di videonya
3 Agustus 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Perkembangan teknologi dalam dunia medis semakin canggih. Kini setiap pasangan bisa melakukan usaha untuk mendapatkan anak melalui proses bayi tabung. Merujuk kepada Munas Nahdlatul 'Ulama (NU) tahun 1981 ketika itu merinci hukum bayi tabung dengan tiga rincian kasus berbeda.
Pertama, apabila mani yang ditabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami istri, maka hukumnya haram. Kedua, Apabila mani yang ditabung tersebut mani suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.
Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istrinya sendiri, maka hukumnya boleh.
Adapun yang dimaksud dengan "Mani muhtaram ialah mani yang keluar atau dikeluarkan dengan cara tidak dilarang oleh syara’. Sedang mani bukan muhtaram ialah selain yang tersebut di atas," (PBNU, 2011 M:370).
Ustaz Khalid Basalamah pernah menuturkan pendapatnya soal hukum bayi tabung dalam Islam. Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya!
Editors' Pick
1. Sperma harus dari suami yang sah
Sejalan dengan pernyataan NU, ustaz Khalid Basalamah menuturkan jika sperma laki-laki yang digunakan dalam bayi tabung adalah suaminya maka diperbolehkan. Hal ini juga berlaku bagi perempuan, harus dipasangkan dengan sel telur istrinya dari perkawinan yang sah.
"Jika sperma itu berasal dari suaminya dan itu dipertemukan dengan sel telur istrinya, halal, nggak ada masalah. Kalau memang tidak bisa proses di dalam rahim, maka di luar rahim tidak masalah," ujar ustaz Khalid Basalamah yang dikutip dari Youtube.
2. Bayi tabung menjadi haram jika sperma atau sel telur dari orang lain
Sebaliknya, hukum bayi tabung dalam Islam bisa jadi haram saat sperma atau sel telur bukan berasal dari suami-istri yang sah. Meski dipertemukan tidak melalui hubungan suami-istri hukumnya tetap tidak boleh.
"Ketika tidak boleh itu meminjam sperma atau sel telur dari orang lain. Walaupun prosesnya sama-sama di luar (tanpa berhubungan intim), sehingga bisa menjadi bayi. Ini tidak boleh. Jadi harus dari sperma dan sel telur dari suami-istri yang sah," ujar ustaz Khalid Basalamah.