Risiko Jarak Kehamilan yang Terlalu Dekat Bagi Ibu Hamil dan Janin
Agar tidak mengancam kondisi kesehatan, coba perhatikan kembali rencana program kehamilan Mama!
2 November 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jarak antara kehamilan sebelumnya ternyata dapat mempengaruhi kesehatan sang Ibu dan janin.
Jarak antara dua kehamilan yang terlalu dekat dapat menimbulkan komplikasi serius pada kehamilan maupun proses kelahiran.
World Health Organization (WHO) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa jarak antar kehamilan sebaiknya 2 hingga 3 tahun.
Jika kurang dari dua tahun, maka bisa berdampak buruk bagi kesehatan ibu maupun janin.
Mengetahui bahwa jarak kehamilan yang dekat dapat menimbulkan risiko pada ibu hamil dan janin, maka dari itu berikut Popmama.com telah merangkum beberapa faktanya.
Editors' Pick
1. Jarak kehamilan terbaik
Untuk menurunkan risiko yang terjadi saat kehamilan, kelahiran, maupun gangguan proses tumbuh kembang anak, maka anjuran jarak antar kelahiran adalah minimal 24 bulan dan maksimal 5 tahun setelah kehamilan yang terakhir.
WHO menyatakan bahwa waktu yang paling ideal untuk jarak kehamilan yaitu 3 tahun.
Dengan begitu, sang Mama juga dapat memberikan ASI eksklusif pada anak yang lahir sebelumnya dan menjamin kecukupan gizinya dengan pemberian ASI.
Selain itu, Mama juga dapat mempersiapkan tubuhnya kembali untuk terjadinya kehamilan, dengan status gizi yang baik, tidak kekurangan zat gizi apapun yang dapat mempengaruhi kehamilan.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi setiap pasangan untuk melakukan program keluarga berencana.
Program keluarga berencana bukan hanya sekedar program pemerintah yang bertujuan untuk menekan pertumbuhan masyarakat yang ada di Indonesia, namun program ini juga sangat berpengaruh pada kesehatan perempuan, anak, maupun keluarga.
2. Risiko jarak kehamilan dekat bagi ibu hamil
Berdasarkan penelitian dari Journal of American Medical Association (JAMA), dari 150.000 kehamilan di Kanada sejak 2004 hingga 2014, menyimpulkan bahwa menunggu kurang dari satu tahun antara kehamilan menimbulkan risiko, terlepas dari usia seorang perempuan.
Namun setelah satu tahun, ada sedikit perbedaan dalam risiko. Berikut beberapa risiko yang dapat ditimbulkan:
- Meningkatkan risiko perdarahan dan kematian saat melahirkan
Penelitian menunjukkan bahwa jarak antar kehamilan yang hanya kurang dari 12 bulan, dapat meningkatkan risiko kematian pada ibu hamil.
Selain itu, penelitian juga menyebutkan bahwa kematian pada ibu hamil dapat disebabkan karena terjadi perdarahan pascapersalinan.
Rahim perempuan yang jarak kehamilannya terlalu dekat belum siap untuk menampung dan menjadi tempat tumbuh kembang janin yang baru.
Dikhawatirkan bahwa plasenta atau ari-ari dari kelahiran yang sebelumnya belum meluruh atau mengelupas seluruhnya, dan hal tersebut akan meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan yang baru.
Selain itu, menurut teori bahwa perempuan yang proses kelahiran sebelumnya dengan cara operasi sesar, masih terdapat plasenta yang melekat pada diding rahim bagian bawah dan dapat menutupi leher rahim.
Hal ini dapat menimbulkan radang saluran genital, menyebabkan proses kelahiran sulit dilakukan, dan menimbulkan perdarahan.
- Mama tidak dapat memberikan ASI Eksklusif pada anak
Jarak kehamilan yang dekat tidak memberikan kesempatan bagi Mama untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Padahal, ASI eksklusif merupakan makanan yang paling baik untuk bayi yang baru lahir.
Selain karena mudah dalam mencerna ASI, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif mendapatkan zat gizi mikro maupun makro yang cukup sesuai kebutuhan.
Berdasarkan berbagai penelitian, ASI juga dapat meningkatkan fungsi kognitif anak dan membuat kekebalan tubuh anak lebih kuat.
3. Risiko jarak kehamilan dekat pada janin
Tak hanya berisiko pada ibu hamil, jarak kehamilan yang terlalu dekat juga ternyata dapat berpanguruh pada tumbuh kembang janin yang ada di perut mama.
Bahkan risiko terbesar dari jarak kehamilan yang terlalu dekat adalah kematian pada bayi.
Tak hanya itu, berikut beberapa dampak lain yang dapat terjadi:
- Kelahiran mati atau kecacatan
Kelahiran mati dapat terjadi akibat rahim dan fungsi tubuh ibu hamil yang belum siap untuk menunjang kehidupan janin yang baru.
Ketika janin yang baru tumbuh dan berkembang, tubuh tidak dapat memberikan pasokan makanan dan mempersiapkan kebutuhan janin secara maksimal.
Oleh karena itu, terjadi kelahiran kematian. Kecacatan serta pertumbuhan dan perkembangan janin yang tidak optimal juga dapat disebabkan karena hal tersebut.
- Berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur
Empat juta bayi meninggal setiap tahunnya akibat lahir prematur.
Penelitian yang dilaporkan dalam Journal of The American Medical Association mengatakan bahwa perempuan yang sudah hamil kembali setelah 6 bulan kelahiran meningkatkan 40% risiko melahirkan anak prematur dan meningkatkan 61% risiko anak lahir dengan berat badan yang rendah.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa jarak kehamilan yang dekat tidak memberikan ibu hamil cukup waktu untuk pulih dari stres fisik yang terjadi akibat kehamilan sebelumnya.
Kehamilan juga akan menguras dan menghabiskan zat gizi, zat besi, dan asam folat yang ada di dalam tubuh karena harus berbagi dengan janin.
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan masing-masing, maka bukan tidak mungkin jika kesehatan ibu hamil dan janin akan terancam ketika sang Mama mengalami kehamilan dengan jarak yang dekat.
Itulah beberapa fakta mengenai risiko kehamilan dalam jarak dekat.
Mengetahui begitu banyaknya dampak yang dapat terjadi pada ibu hamil dan janin, maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa program keluarga berencana merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap pasangan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan?
Baca juga: Mama Wajib Tahu! Ini Manfaat Jarak Usia Antar Anak Cukup Jauh!
Baca juga: Mencium Bayi yang Baru Lahir Sangat Berbahaya Bahkan Bisa Mematikan
Baca juga: 5 Fakta Seputar Kematian Ibu Hamil dan Bayi Baru Lahir di Indonesia