Efek Kemoterapi setelah Perawatan Kanker pada Kesuburan
Tidak perlu menyerah, ada harapan untuk hamil sehat setelah perawatan kanker
5 September 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagian perempuan memiliki anak merupakan sebuah impian, tak terkecuali para penyintas kanker. Meski menghadapi tantangan ini, hamil setelah perawatan kanker bisa menjadi peluang yang semakin terbuka. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 396.914 kasus kanker, dengan 70% di antaranya merupakan kanker serviks.
Namun, kemajuan dalam perawatan kanker telah membuka jalan bagi para penyintas untuk mewujudkan mimpi mereka menjadi ibu. Meski aman, hamil setelah perawatan kanker memerlukan perhatian khusus untuk menjamin kesehatan ibu dan anak. Apa saja yang perlu diperhatikan?
Nah, untuk mengetahui detailnya kali ini popmama.com berhasil merangkum mengenai ingin hamil setelah kemoterapi perawatan kanker? Kenali resiko dan caranya! yang dilansir dari cancer.org:
Editors' Pick
Aman atau Tidak Hamil setelah Perawatan Kanker?
Hamil setelah perawatan kanker umumnya aman bagi ibu dan bayi, tetapi disarankan menunggu beberapa tahun sebelum mencoba. Dokter biasanya merekomendasikan setidaknya 6 bulan setelah kemoterapi selesai. Tujuannya adalah untuk memberi waktu bagi sel telur yang mungkin rusak akibat perawatan untuk keluar dari tubuh sebelum kehamilan terjadi.
Namun, keputusan ini tergantung pada kondisi masing-masing, seperti jenis kanker, stadium, jenis perawatan, dan usia. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang terpercaya sebelum merencanakan kehamilan.
Risiko Hamil setelah Perawatan Kanker
Bagi sebagian penyintas, hamil setelah perawatan kanker bisa menjadi hal yang menakutkan. Pasalnya perawatan kanker dapat merusak ovarium, sehingga memengaruhi kualitas sel telur. Dengan begitu hal ini dapat membahayakan janin. Meskipun begitu, banyak wanita yang berhasil hamil dengan sehat setelah perawatan kanker sekaligus kehamilannya tidak meningkatkan risiko kambuhnya kanker.
Dilansir dari National Library of Medicine, banyak organisasi merekomendasikan agar wanita menunda kehamilan selama 6 hingga 12 bulan setelah menyelesaikan kemoterapi. Hal ini bertujuan memberikan waktu bagi tubuh untuk pulih dan memastikan bahwa oosit yang matang tidak terpengaruh oleh perawatan. Kemoterapi, yang menghancurkan sel-sel yang membelah dengan cepat, dapat merusak oosit yang bersiap untuk ovulasi, meningkatkan risiko keguguran dan kelainan bawaan jika kehamilan terjadi segera setelah perawatan.
Rekomendasi ini didasarkan pada anggapan bahwa oosit paling rentan terhadap kerusakan oleh agen kemoterapi selama fase perkembangan cepat sebelum ovulasi, meskipun hal ini belum diuji secara menyeluruh pada penelitian manusia. Selain itu, efek samping kemoterapi seperti imunosupresi dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan risiko kelahiran prematur atau pembatasan pertumbuhan pada bayi dari penyintas kanker, namun belum jelas apakah risiko ini dipengaruhi oleh waktu sejak perawatan.
Beberapa ahli juga merekomendasikan penyintas kanker, terutama kanker payudara, untuk menunggu hingga 2 tahun sebelum mencoba hamil. Hal ini karena hormon yang meningkat selama kehamilan dapat mempengaruhi pertumbuhan sel kanker payudara. Selama masa menunggu ini, penting untuk menghentikan pengobatan yang dapat mempengaruhi kesuburan secara negatif.