Tinggal di Kota Besar Susah Punya Anak? Ini Penyebab Umumnya!
Mengungkap fakta di balik tantangan memiliki anak tiinggal di kota besar
17 September 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebuah studi terkini memicu kekhawatiran masyarakat dengan menyatakan bahwa tinggal di kota besar dapat mempengaruhi kesuburan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Sensus 2020 mendukung temuan ini, mencatat penurunan angka kelahiran di Jakarta hingga 1,75.
Temuan ini menunjukkan dampak signifikan kehidupan perkotaan terhadap kesuburan pria dan wanita. Penelitian serupa di Denmark juga mengonfirmasi kesulitan memiliki anak bagi penduduk kota besar.
Selama ini, faktor pendidikan dan ekonomi dianggap sebagai penentu utama kesuburan. Namun, bukti baru menunjukkan bahwa lokasi tempat tinggal, terutama di kota besar, juga berperan penting.
Lantas apa saja penyebab tinggal di kota besar susah punya anak? Kini Popmama.com berhasil merangkumnya dari beberapa sumber:
Editors' Pick
Polusi Udara menjadi Faktor Utama
Tahukah kamu bahwa sejak dahulu polusi merupakan penyebab utama dari beberapa penyakit dari kanker hingga jantung. Nah kini sebuah penelitian menemukan polusi yang terhirup oleh kita lalu masuk ke darah dapat memengaruhi sistem hormonal
Menurut jurnal JAMA Networks, polutan udara, termasuk partikel (PM), dapat menurunkan kualitas sperma dan mengganggu proses spermatogenesis, yang berakibat pada penurunan kesuburan secara singkatnya polusi udara dapat mengangu kesuburan perempuan, yaitu mempengaruhi kualitas sel telur, mengurangi cadangan ovarium, dan meningkatkan risiko gangguan menstruasi.
Sedangkan pada laki-laki dapat menurunkan jumlah hitung sperma, kualitas sperma dan kualitas embrio.
Kebisingan Menjadi Faktor Tersembunyi Penyebab Infertilitas
Kota-kota besar umumnya memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi, yang berkorelasi dengan tingkat ketidaksuburan yang lebih tinggi.
Menurut LiveScience, paparan kebisingan 10,2 desibel di atas rata-rata dikaitkan dengan peningkatan risiko infertilitas sebesar 14 persen pada usia di atas 25 tahun.
Perlu diingat, tingkat kebisingan normal didefinisikan antara 55-60 desibel.