Pernikahan merupakan momen sakral yang melibatkan dua individu yang saling mencintai dan berkomitmen satu sama lain. Maka dari itu, tidak ada pasangan yang menginginkan perceraian dalam pernikahan mereka.
Sayangnya, terkadang muncul masalah rumah tangga yang tidak lagi dapat diatasi. Saat bertemu dengan kondisi tersebut, terkadang pasangan suami istri sepakat untuk berpisah dengan menempuh jalan perceraian.
Namun, keputusan untuk bercerai dapat memunculkan pertanyaan apabila dilakukan saat sang istri sedang hamil. Lantas, apakah perceraian bisa dilakukan saat hamil?
Untuk menjawabnya, berikut Popmama.com akan membahas soal menceraikan istri yang sedang hamil. Yuk, kita simak!
1. Hukum cerai saat hamil dalam agama Islam
Freepik/prostooleh
Melansir dari laman NU Online, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yang menerangkan tentang hukum menceraikan istri saat sedang hamil.
“Dari Ibnu Umar RA bahwa ia pernah menalak istrinya dalam keadaan haid. Kemudian Umar bin Khatthab RA menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi. Lantas beliau pun berkata kepada Umar bin Khatthab RA, ‘Perintah kepada dia (Ibnu Umar RA) untuk kembali kepada istrinya, baru kemudian talaklah dia dalam keadaan suci atau hamil,” (HR Muslim).
Hadis di atas menerangkan dua hal penting mengenai perceraian dalam Islam. Pertama, suami dilarang untuk menalak istrinya dalam keadaan haid. Kedua, suami diperbolehkan menalak istrinya dalam keadaan suci atau hamil.
Pernyataan tersebut kemudian juga disetujui oleh mayoritas ulama, dengan bunyi sebagai berikut:
“Hadis ini menunjukkan kebolehan menalak perempuan hamil ketika memang jelas kehamilannya. Ini adalah pandangan Madzhab Syafi‘i. Ibnul Mundzir berkata, 'pandangan ini juga dianut oleh mayoritas ulama, antara lain Thawus, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Rabiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Malik, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid',” (Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Kairo, Darul Hadits, cet ke-4, 1422 H/2001 M, juz V, halaman 325).
Namun, di sisi lain, ada sebagian ulama mazhab Maliki yang mengharamkan perceraian saat hamil. Al-Hasan juga berpendapat bahwa menalak perempuan saat sedang hamil hukumnya adalah makruh.
“Ibnul Mundzir berkata, ‘saya juga berpendapat demikian. Begitu juga dengan sebagian ulama dari kalangan Madzhab Maliki. Sedangkan sebagian yang lain menyatakan haram. Ibnul Mundzir juga meriwayatkan riwayat jalur lain dari Al-Hasan. Menurut riwayat jalur ini, Al-Hasan berpendapat bahwa menalak wanita yang sedang hamil adalah makruh,” (Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, juz V, halaman 325).
Dari uraian di atas, kesimpulannya adalah mayoritas ulama memperbolehkan perceraian saat perempuan sedang hamil, meskipun ada yang menyatakan bahwa hukumnya makruh dan haram. Namun, pendapat yang dianggap kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang memperbolehkan perceraian saat perempuan sedang hamil.
Editors' Pick
2. Masa iddah bagi perempuan hamil yang ditalak
Pexels/Mikhail Nilov from Pexels
Berdasarkan ajaran agama Islam, apabila seorang istri berpisah dengan suaminya karena kematian atau perceraian, maka ia harus menjalani masa iddah. Iddah sendiri merupakan masa penantian seorang perempuan yang diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya, dengan tujuan merefleksikan keputusan perceraian dan memastikan kondisi rahim perempuan, sehingga tidak terjadi percampuran nasab janin yang ada di dalam rahimnya.
Untuk perempuan hamil, masa iddah yang harus dijalaninya adalah sampai melahirkan anak yang dikandungnya. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
Artinya: “Wanita-wanita yang hamil waktu iddah mereka adalah sampai melahirkan kandungan.” (QS At-Thalaq 65:4)
3. Bercerai saat hamil dalam hukum negara
Freepik/freepik
Sementara dalam hukum negara Indonesia, pasangan suami istri dapat mengajukan cerai dengan merujuk pada pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.”
Lantas, hal apa saja yang dapat dijadikan alasan untuk bercerai?
Hal ini dapat dilihat lebih lanjut dalam penjelasan pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU perkawinan. Pasal tersebut menguraikan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah sebagai berikut:
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Jadi, tidak ada hukum negara yang secara spesifik mengatur mengenai larangan bercerai saat istri sedang hamil. Artinya, aturan hukum membolehkan suami menggugat cerai istrinya meskipun istrinya sedang mengandung.
4. Status bayi dalam kandungan saat terjadi perceraian
Freepik/Onlyyouqj
Terkait dengan status janin dalam kandungan ketika ibu hamil bercerai, maka dapat merujuk pada pasal 2 KUH perdata yang berbunyi sebagai berikut:
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila ia meninggal sewaktu dilahirkan, maka ia dianggap tidak pernah ada.”
Berdasarkan pasal di atas, janin di dalam kandungan memiliki hak yang sama dengan anak yang telah dilahirkan. Artinya, orangtua masih wajib memelihara dan mendidik bayinya hingga dewasa.
Sesuai dengan UU Perkawinan dan KHI, saat bayi lahir, hak asuh berada di tangan ibu. Namun, mantan suami tetap memiliki kewajiban untuk memberi nafkah pada bayinya tersebut.
5. Tips menangani perceraian saat sedang hamil
Freepik/pressfoto
Dilansir dari American Pregnancy Association, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat perempuan menghadapi perceraian ketika sedang mengandung, di antaranya adalah sebagai berikut:
Meminta dukungan dari orang terdekat
Perceraian tentu dapat membuat ibu hamil merasa stres bahkan depresi. Maka dari itu, jangan ragu untuk mencari bantuan pada teman atau keluarga terdekat.
Mama bisa meminta bantuan dalam hal melakukan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak, atau hanya sekadar meminta orang terdekat untuk mendengarkan apa yang Mama rasakan.
Tak hanya untuk mendapat dukungan emosional, berbagi cerita dengan orang terdekat juga bisa mengurangi kegelisahan yang Mama alami.
Menggunakan jasa pengacara terpercaya
Pengacara perceraian bertugas untuk memberikan nasihat hukum ataupun memberikan solusi pada perkara perceraian yang sedang dihadapi. Selain itu, pengacara perceraian juga berperan dalam mendampingi proses perceraian, baik di pengadilan agama ataupun di pengadilan negeri.
Dengan menggunakan jasa pengacara, Mama akan menghemat waktu dan mengurangi stres karena mereka dapat membantu Mama dalam memahami hak-hak mama, menentukan tindakan terbaik untuk hak asuh bayi yang belum lahir, dan melindungi diri dari adanya ancaman yang datang dari pasangan secara tiba-tiba.
Merencanakan pengasuhan anak
Sesuai dengan pasal 41 UU Perkawinan, pasca perceraian, orangtua tetap memiliki kewajiban untuk memelihara serta mendidik anak-anaknya demi kepentingan anak. Maka dari itu, jangan lupa untuk rencanakan pengasuhan anak sesuai dengan kesepakatan bersama.
Demikian rangkuman penjelasan mengenai menceraikan istri yang sedang hamil. Semoga informasi ini dapat membantu, ya, Ma!