Beda Hipertensi dan Preeklamsia pada Ibu Hamil, Jangan Sampai Salah
Waspadai gejala hipertensi dan preeklamsia sebelum terjadi komplikasi, ya, Ma
29 Oktober 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Selama masa kehamilan, penting bagi Mama untuk selalu menerapkan pola hidup sehat. Selain menjaga kesehatan diri Mama sendiri, menerapkan pola hidup sehat juga dapat mendukung perkembangan bayi di dalam kandungan.
Selain menjaga pola hidup sehat, Mama juga perlu mengetahui dan waspada terhadap masalah kesehatan yang dapat terjadi selama kehamilan.
Dengan begitu, Mama bisa melakukan pencegahan agar terhindar dari masalah kesehatan yang bisa menyerang ibu hamil.
Kondisi yang bisa dialami oleh ibu hamil di antaranya adalah hipertensi dan preeklamsia. Hipertensi dan preeklamsia memiliki penyebab, cara mendiagnosis, dan perawatan yang berbeda. Lantas, apa perbedaan hipertensi dan preeklamsia?
Berikut ini Popmama.com telah merangkum perbedaan hipertensi dan preeklamsia selama kehamilan. Langsung saja disimak, yuk, Ma!
Hipertensi selama Kehamilan
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalahkondisi di mana tekanan darah lebih besar atau sama dengan 130 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg.
Tekanan darah yang normal seharusnya berada di angka 120/80 atau kurang.
Beberapa ibu hamil sudah memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan. Namun, ada juga ibu hamil yang baru mengalami hipertensi untuk pertama kalinya selama kehamilan.
Selama kehamilan, tekanan darah tinggi yang parah dan tidak segera diatasi dengan tepat dapat menyebabkan janin tidak mendapatkan suplai darah yang cukup, kekurangan nutrisi dan kekurangan oksigen yang dapat memperlambat pertumbuhan janin.
Editors' Pick
Preeklamsia pada Ibu Hamil
Preeklamsia adalah masalah kehamilan yang umumnya berkembang setelah minggu ke-20 kehamilan. Preeklamsia dapat ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine ibu hamil.
Selain itu, preeklamsia juga bisa ditandai dengan sakit kepala, nyeri di perut kanan atas, sesak napas, pusing, lemas, tidak enak badan, frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun, mual dan muntah serta berat badan naik secara tiba-tiba.
Preeklamsia yang tidak segera ditangani dapat menghambat perkembangan janin serta merusak hati dan ginjal Mama yang sedang mengandung.
Preeklamsia juga dapat berkembang menjadi eklampsia, yaitu masalah kehamilan yang jauh lebih serius yang dapat mengakibatkan kejang dan konsekuensi lain yang lebih serius bagi ibu hamil dan janin.
Perbedaan, Penyebab, dan Faktor Risiko Hipertensi dan Preeklamsia
Dilansir dari Differencebetween.net, hipertensi dan preeklamsia memiliki beberapa perbedaan, termasuk penyebab dan faktor risiko.
Hipertensi selama kehamilan biasanya dipicu oleh beberapa kondisi berikut:
Ibu hamil yang kelebihan berat badan atau obesitas.
Ibu hamil yang mengandung saat usia di atas 35 tahun.
Ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes dan gangguan ginjal.
Sementara itu, preeklamsia bisa dipicu oleh beberapa kondisi berikut:
Nulipara atau seorang perempuan yang belum pernah melahirkan dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah melahirkan janin yang mampu hidup diluar rahim.
Ibu hamil yang sebelumnya memiliki riwayat hipertensi.
Terdapat kelainan plasenta seperti kelainan pembentukan dan fungsi abnormal.
Memiliki keluarga dengan riwayat preeklamsia.
Perbedaan Diagnosis Hipertensi dan Preeklamsia
Cara mendiagnosis hipertensi ibu hamil adalah dengan melakukan tes tekanan darah dua kali berturut-turut dengan selang waktu 4 hingga 6 jam.
Ibu hamil dapat didiagnosis hipertensi gestasional jika tekanan darahnya lebih dari 140/90mm Hg.
Sedangkan cara dokter mendiagnosis preeklamsia pada ibu hamil adalah dengan melakukan tes darah dan urine pada ibu hamil yang memiliki gejala preeklamsia.
Ibu hamil dapat didiagnosis mengalami preeklamsia jika tekanan darah mencapai atau lebih besar dari 160/110 dan kadar urine lebih dari 300 miligram protein dalam sehari.
Selain itu, dokter juga akan tes skrining untuk memantau perkembangan janin dan mendeteksi jika ada komplikasi kehamilan seperti preeklamsia.
Perbedaan Perawatan Hipertensi dan Preeklamsia
Selain penyebab dan cara mendiagnosis, pengobatan hipertensi dan preeklamsia juga berbeda.
Hipertensi selama kehamilan biasanya diobati dengan obat antihipertensi yang dapat membantu menurunkan tekanan darah, namun tidak membahayakan janin.
Namun, janin yang ibunya mengonsumsi obat antihipertensi selama kehamilan mungkin berisiko mengalami gangguan perkembangan paru-paru.
Sementara itu, pencegahan preeklamsia dilakukan dengan pemberian obat aspirin dosis rendah pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan obat hipertensi pada ibu hamil yang terdiagnosis preeklamsia.
Ibu hamil dengan masalah preeklamsia juga dapat diberikan magnesium sulfat untuk menghindari eklampsia, yaitu komplikasi preeklamsia yang paling umum dan berbahaya bagi ibu hamil dan janin.
Selain itu, ibu hamil yang terdiagnosis preeklamsia juga harus memantau suplai darah dan merencanakan persalinan yang aman sejak dini.
Ibu hamil yang mengalami preeklamsia biasanya disarankan untuk melahirkan dengan operasi caesar untuk menghindari risiko lebih lanjut pada sang Mama dan janin.
Nah, itulah perbedaan hipertensi dan preeklamsia selama kehamilan. Pada dasarnya, hipertensi adalah kondisi tekanan darah tinggi sederhana, sedangkan preeklamsia adalah hipertensi bersama dengan adanya protein dalam urine sehingga melibatkan ginjal dan hati.
Jika Mama memiliki gejala seperti hipertensi atau preeklamsia, segera hubungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut, ya, Ma.
Baca juga:
- 7 Cara Mengatasi Hipertensi saat Hamil, Demi Kesehatan Janin
- Waspada, Hipertensi saat Hamil Bisa Berdampak Jangka Panjang
- 5 Cara Mencegah Preeklampsia saat Hamil, Tetap Jaga Pola Hidup Sehat