Eklampsia saat Hamil: Kenali Gejala, Penyebab, dan Penanganannya
Simak informasi lengkapnya di sini ya, Ma
4 Maret 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia, yang mana komplikasi kehamilan ini ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kejang sebelum, selama, atau setelah proses persalinan.
Eklampsia sendiri sebenarnya kondisi yang jarang terjadi, tetapi harus segera ditangani karena kondisi seperti ini dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan juga janin yang dikandungnya.
Untuk mengetahui informasi lebih lengkap mengenai eklampsia, berikut Popmama.com merangkumnya untuk Mama.
1. Gejala eklampsia
Kondisi seperti ini biasanya terjadi setelah preeklapmsia. Preeklampsia sendiri dapat timbul sejak minggu ke-20 kehamilan. Preeklampsia ditandai dengan tekanan darah >140/90 mm Hg, ditemukannya protein pada urine, dan bisa disertai dengan pembengkakan pada tungkai.
Jika ibu hamil mengalami preeklampsia, maka harus segera mendapat penanganan karena jika tidak akan menyebabkan eklampsia.
Beberapa ibu hamil yang mengalami eklampsia biasanya ditandai dengan gejala-gejala berikut ini:
- Peningkatan kadar protein di urine,
- sakit kepala yang semakin parah,
- tekanan darah yang semakin tinggi,
- sakit perut terutama pada bagian perut kanan atas,
- mual dan muntah,
- tangan dan kaki membengkak,
- gangguan penglihatan,
- frekuensi dan jumlah urine yang berkurang.
Jika gejala seperti itu terus berlanjut, maka selanjutnya akan menimbulkan kejang yang dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Jika ibu hamil alami kejang atau gejala eklampsia seperti yang disebutkan di atas, segeralah pergi ke dokter untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu hamil dan janin yang dikandungnya.
Editors' Pick
2. Penyebab terjadinya eklampsia
Hingga saat ini masih belum diketahui pasti apa yang menyebabkan ibu hamil mengalami kondisi preeklampsia dan eklampsia. Namun kondisi ini diduga karena adanya kelainan pada fungsi dan formasi placenta.
Selain itu, faktor-faktor lain diduga dapat meningkatkan risiko preeklampsia dan eklampsia pada ibu hamil. Di antara faktor penyebabnya ialah:
- Memiliki riwayat menderita preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
- Menjalani kehamilan pertama kali atau jarak kehamilan sebelumnya terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
- Hamil di usia kurang dari 20 tahun, atau usia lebih dari 35 tahun
- Memiliki riwayat sakit hipertensi yang kronis
- Memiliki kondisi penyakit tertentu seperti diabetes, obesitas, ginjal, anemia sel sabit, penyakit autoimun seperti lupus dan sindrom antifosfolipid atau gangguan sistem pembekuan darah
- Memiliki kondisi kehamilan tertentu seperti mengandung lebih dari satu janin atau hamil dengan program bayi tabung
3. Cara menangani eklampsia
Jika memiliki gejala seperti yang sudah disebutkan, Mama disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter kandungan sehingga bisa segera mendapat penanganan lebih lanjut dengan melakukan beberapa tes kesehatan.
Satu-satunya cara mengobati eklampsia adalah dengan melahirkan bayi lebih awal. Ibu hamil dengan preeklampsia memiliki risiko mengalami eklampsia lebih tinggi, sehingga dokter umumnya memberikan penanganan seperti berikut ini:
- Memberikan obat pengontrol tekanan darah dan suplemen vitamin
- Menyarankan untuk bed rest di rumah atau di rumah sakit, dengan posisi tidur menyamping ke kiri
- Memantau kondisi janin dan ibu hamil secara berkala
Berbeda dengan ibu hamil yang sudah mengalami kondisi eklampsia, dokter selanjutnya akan memberikan obat antikonvulsan.
Suntikan magnesium sulfat (MgSO4) menjadi pilihan pertama untuk menangani kejang. Jika kejang yang tidak membaik dengan pemberian magnesium sulfat, dokter dapat memberikan obat golongan benzodiazepin dan phenytoin.
4. Cara mencegah terjadinya eklampsia
Sampai saat ini juga belum ada cara pasti dalam mencegah preeklampsia dan eklampsia. Namun langkah-lah berikut ini dapat Mama lakukan untuk menurunkan risiko terjadinya eklampsia saat hamil:
- Menerapkan gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat dengan menjaga berat badan ideal, mengonsumsi makanan bernutrsi, serta berhanti merokok untuk membantu menurunkan risiko eklampsia saat hamil. - Mengonsumsi suplemen tambahan
Selain mengonsumsi makanan bernutrisi, Mama juga bisa menambahkan suplemen dengan arginin dan vitamin yang diduga dapat menurunkan risiko eklampsia jika dikonsumsi mulai trimester kedua kehamilan. - Mengonsumsi aspirin dosis rendah
Aspirin dalam dosis rendah biasanya akan diberikan dokter sesuai dengan kondisi ibu hamil. Pemberian aspirin juga dapat mencegah penggumpalan darah dan pengecilan pembuluh darah, sehingga dapat mencegah munculnya eklampsia. - Melakukan kontrol berkala
Kontrol berkala selama kehamilan tentunya perlu dilakukan agar deteksi dini dan pengendalian hipertensi serta preeklampsia bisa dilakukan. Umumnya waktu kontrol ibu hamil yang tepat adalah sebulan sekali saat memasuki minggu ke-4 sampai 28, pada minggu ke-28 sampai 36 dilakukan selama 2 minggu sekali, terakhir pada minggu ke-36 sampai 40 Mama bisa melakukan kontrol kehamilan seminggu sekali.
Itulah informasi seputar eklampsia pada ibu hamil yang perlu Mama ketahui. Semoga bermanfaat dan segera konsultasikan pada dokter jika mengalami gejala seperti yang sudah disebutkan di atas ya, Ma!
Baca juga:
- Jaga Pola Hidup Sehat, Ini 5 Cara Mencegah Preeklampsia saat Hamil
- Waspada, Ini Fakta dan Risiko Preeklampsia bagi Ibu Hamil dan Janin
- 7 Penyebab Preeklampsia saat Hamil yang Perlu Diwaspadai sejak Dini