Waspada! Infeksi COVID-19 Berisiko Menghancurkan Plasenta Ibu Hamil
Penelitian ini menekankan pada pentingnya vaksinasi dan pengamatan pada ibu hamil dengan COVID-19
15 Februari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bayi dan anak-anak, ibu hamil, dan lansia termasuk dalam golongan rentan COVID-19. Beragam penelitian dilakukan untuk mengetahui efek virus ini pada ibu hamil dan janin.
Sebuah penelitian terakhir mengungkapkan bahwa ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 berisiko mengalami kelahiran mati. Tidak hanya itu, tingkat kematian bayi dalam 28 hari setelah kelahiran juga lebih tinggi. Bagaimana itu bisa terjadi?
Penyebabnya adalah infeksi COVID-19 berisiko menghancurkan plasenta ibu hamil. Rangkuman informasinya dapat Mama simak pada ulasan Popmama.com berikut ini, ya.
Virus COVID-19 "Mengunyah” Plasenta
Penelitian dilakukan oleh David Schwartz, MD, seorang ahli patologi di Atlanta. Ia mengatakan, virus COVID-19 dapat menghancurkan plasenta dengan cara yang unik.
Virus “mengunyah” plasenta dan menghancurkan kemampuannya untuk mengoksidasi janin. Padahal plasenta bertugas untuk memasok oksigen dan nutrisi dari ibu hamil ke janin.
Ini semua dibutuhkan janin untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu juga, plasenta berfungsi untuk membuang sisa metabolisme yang sudah tidak dibutuhkan oleh janin.
Editors' Pick
Virus COVID-19 Dapat Memengaruhi Aliran Darah Dalam Plasenta
Penelitian terpisah yang dilakukan oleh Dr Jeffrey Goldstein dari Universitas Feinberg menuturkan bahwa ditemukan tanda-tanda berkurangnya aliran darah di plasenta.
Dalam penelitian tersebut, tim memeriksa plasenta para mama segera setelah mereka melahirkan. Para peneliti menemukan tanda-tanda aliran darah abnormal antara mama dan bayinya.
Semua mama dites positif COVID-19 memiliki gejala bervariasi. Lima tidak pernah mengembangkan gejala infeksi virus Corona sama sekali. Empat memiliki gejala seperti flu tiga atau empat minggu sebelum melahirkan bayi mereka. Sementara yang lain menunjukkan gejala pada saat melahirkan.
Hanya satu bayi yang lahir prematur; 14 lainnya memiliki waktu dan berat persalinan normal. Seorang ibu hamil mengalami keguguran pada trimester kedua.
Sebagian besar "adalah bayi yang sehat, cukup bulan, dan sangat normal. Tetapi temuan kami menunjukkan banyak aliran darah tersumbat dan banyak plasenta lebih kecil dari yang seharusnya," kata rekan penulis studi Dr. Emily Miller, asisten profesor kebidanan dan ginekologi di Feinberg.
Sampai saat ini, infeksi COVID-19 pada plasenta tampaknya tidak menyebabkan hasil negatif pada bayi yang lahir hidup.
Meski penelitian dan data-data masih terbatas, penelitian ini menekankan pada pentingnya pemantauan ketat pada ibu hamil yang terinfeksi COVID-19.