KDRT saat Hamil Dapat Sebabkan Berat Badan Lahir Rendah dan Prematur
KDRT menyebabkan peningkatan kortisol pada janin, berat badan lahir rendah, dan prematur
24 Oktober 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tubuh memproduksi berbagai hormon, termasuk hormon kortisol. Hormon kortisol sering disalahpahami sebagai hormon yang berkaitan dengan stres.
Fungsi hormon kortisol yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal adalah mengatur metabolisme, lemak, protein, dan karbohidrat. Selain itu, kortisol juga membantu menekan respon peradangan, kadar gula darah, tekanan darah, dan siklus tidur.
Meski hormon kortisol bermanfaat, kadar kortisol yang terlalu tinggi juga tidak baik, Ma. Dan stres dapat meningkatkan kadar kortisol.
Menurut studi yang diterbitkan di The Lancet, kadar kortisol yang tinggi saat hamil dapat berdampak buruk pada berat lahir, panjang badan bayi baru lahir, dan gejala depresi pascapersalinan pada ibu hamil.
Ibu hamil mudah mengalami perubahan suasana hati akibat perubahan hormon. Namun, stres dan perubahan suasana hati juga bisa disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yang dilakukan oleh suami.
KDRT saat hamil bisa menimbulkan banyak risiko, baik bagi ibu hamil dan janin. Salah satunya adalah peningkatan kortisol pada janin. Peningkatan kortisol ini pada akhirnya bisa menyebabkan berat badan lahir rendah dan persalinan prematur, Ma.
Pada ulasan berikut ini, Popmama.com sudah merangkum informasi tentang KDRT saat hamil bisa sebabkan berat badan lahir rendah dan persalinan prematur. Semoga bisa menambah wawasan, ya, Ma!
KDRT saat Hamil Dapat Sebabkan Berat Badan Lahir Rendah dan Prematur
Sebuah studi yang diterbitkan di Sage Journals mengungkapkan bahwa KDRT yang dialami oleh ibu hamil bisa memengaruhi peningkatan hormon kortisol janin. Pada akhirnya, peningkatan kadar kortisol itu bisa menyebabkan berat badan lahir rendah dan persalinan prematur, Ma.
Studi meneliti kadar hormon kortisol pada ibu hamil, ibu pascapersalinan, dan bayi baru lahir. Kadar kortisol ditemukan tinggi pada bayi dari ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan.
Selain itu, kadar hormon kortisol rata-rata bayi dari ibu yang mengalami kekerasan emosional dan seksual selama kehamilan terlihat lebih tinggi daripada kadar hormon kortisol rata-rata bayi dari ibu yang tidak mengalami kekerasan emosional dan seksual selama kehamilan.
Terpapar stres akibat kekerasan mama selama kehamilan juga menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal pada bayi (Valladares et al., 2009). Penyebabnya adalah stres akibat kekerasan yang membatasi aliran darah di rahim. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan pembuluh darah menyempit serta meningkatkan kadar kortisol (Nunes et al., 2010).
Penurunan pertumbuhan janin atau kelahiran prematur dapat terjadi akibat vasokonstriksi pada pembuluh plasenta, tergantung pada pelepasan kortisol. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa kekerasan suami selama kehamilan merupakan faktor stres yang menyebabkan kadar kortisol meningkat dan dikaitkan dengan penurunan berat badan lahir.
Dalam penelitian lain, disimpulkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan dapat mengubah beberapa asam amino yang merangsang dan menghambat serta fungsi endokrin pada bayi baru lahir.
Peningkatan kadar kortisol ibu hamil akibat stres juga berpotensi menyebabkan kelahiran prematur, Ma.
Editors' Pick
Dampak Lain dari KDRT saat Hamil
KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, seksual, emosional, psikologis, atau finansial. Sering kali merupakan gabungan dari semua itu.
Kehamilan dapat menjadi pemicu KDRT, dan kekerasan yang sudah ada dapat bertambah parah selama kehamilan atau setelah melahirkan.
KDRT selama kehamilan membahayakan Mama dan janin. KDRT meningkatkan risiko keguguran, infeksi, kelahiran prematur, dan cedera atau kematian pada bayi.
KDRT juga dapat menyebabkan masalah kesehatan emosional dan mental, seperti stres dan kecemasan, yang dapat memengaruhi perkembangan janin.
Tanda-Tanda Peringatan Hubungan yang Penuh Kekerasan dalam Rumah Tangga
Pelaku kekerasan dapat menggunakan berbagai perilaku dan tindakan untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas pasangannya.
Kekerasan dan pelecehan dalam suatu hubungan sering kali memburuk seiring berjalannya waktu. Sebagian besar korban dalam situasi ini akan mengalami berbagai perilaku kasar dan suka mengendalikan.
Ada banyak tanda-tanda hubungan yang penuh kekerasan dengan pasangan atau suami. Mama mungkin akan merasakan hal-hal berikut ini:
- merasa takut,
- merasa dikendalikan,
- merasa terisolasi atau sendirian,
- pernah disakiti atau cedera,
- pernah dipaksa melakukan hal-hal yang tidak ingin Mama lakukan,
- perlu meminta izin untuk melakukan sesuatu - ini disebut kontrol koersif.
Kekerasan dapat berubah atau berhenti selama kehamilan, tetapi juga dapat memburuk. Kekerasan juga dapat menjadi lebih berbahaya dan parah setelah kehamilan dan kelahiran.
Bagaimana Mencegah KDRT saat Hamil?
Kehamilan sering kali menjadi waktu untuk kunjungan perawatan kesehatan rutin untuk perawatan prenatal dan pascapersalinan. Ada rekomendasi klinis untuk melakukan skrining kekerasan selama kunjungan perawatan kesehatan, termasuk kunjungan perawatan prenatal dan kunjungan perawatan pascapersalinan. Skrining dapat menjadi langkah pertama dalam menghubungkan Mama dengan bantuan dan layanan untuk mengurangi paparan kekerasan dan mencegah bahaya lebih lanjut.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah, Ma. Kuncinya adalah menghentikan kekerasan sebelum terjadi dan menangani norma, struktur, dan kebijakan yang berkontribusi terhadap kekerasan terhadap anak perempuan, perempuan, dan ibu hamil.
Itu ulasan tentang KDRT saat hamil bisa sebabkan berat badan lahir rendah dan persalinan prematur. Semoga Mama terhindar dari kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan, ya.
Baca juga:
- KDRT saat Hamil Dapat Meningkatkan Risiko Bayi Lahir Mati
- 8 Hal yang Harus Dilakukan ketika Mengalami KDRT saat Hamil
- Dampak KDRT pada Ibu Hamil dan Janin Dalam Kandungan