Kapankah Waktu yang Tepat untuk Mengambil Cuti Hamil?
Bukan hanya cuti melahirkan yang jadi hak perempuan, tetapi cuti hamil pun bisa dipergunakan lho
12 Maret 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bagi Mama yang bekerja di instansi atau saat ini statusnya sebagai karyawan swasta dan sedang hamil, mungkin akan mulai bertanya-tanya terkait "apa sajakah jenis cuti yang bisa diambil oleh para perempuan?" Ya, cuti hamil adalah salah satunya.
Cuti hamil merupakan hak yang bisa perempuan pergunakan dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan kehamilan. Cuti ini juga perlu diambil dengan bijak apabila kondisi kehamilan memang mengharuskan untuk beristirahat total.
Apabila Mama bingung dan belum mengetahui banyak informasi terkait cuti hamil, tak perlu khawatir karena kali ini Popmama.com telah merangkumnya.
Simak juga pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan seputar cuti hamil yang perlu diketahui ya, Ma!
1. Bagaimana aturan cuti hamil menurut undang-undang?
Cuti melahirkan diatur dalam undang-undang Pasal 82 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perlu Mama ketahui bahwa pasal tersebut berbunyi, antara lain:
- Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
- Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Namun, dalam RUU Ketahanan Keluarga yang dirancang pada tahun 2020, tepatnya pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa, "Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya."
Editors' Pick
2. Berapa lama idealnya mengajukan cuti hamil?
Jika bicara soal durasi cuti hamil yang ideal, sebetulnya hal ini sangatlah relatif. Umumnya, perusahaan memberikan waktu cuti hamil digabung dengan cuti melahirkan selama tiga bulan dan penggunaannya diserahkan kebijakan perusahaan dan kesepakatan dengan karyawan terkait.
Kebanyakan membaginya dengan durasi 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Hanya saja, banyak ibu hamil yang memilih memakai jatah cuti tiga bulan tersebut secara penuh setelah melahirkan dengan alasan waktu pemulihan yang lebih lama dan bisa menjaga bayi cukup lama.
Atas dasar itulah, ibu hamil yang kandungannya sehat terbilang jarang mengambil jatah cuti hamil sebelum melahirkan.
Cuti melahirkan yang diberikan selama enam bulan dinilai lebih bijak memberikan waktu bagi Mama, sehingga dapat memaksimalkan waktu pemulihan dan perawatan bayi. Selain itu, jangka waktu enam bulan dianggap cukup bagi perempuan untuk memberikan ASI eksklusif untuk bayinya.
3. Bagaimana cara mengajukan cuti hamil?
Mengajukan cuti hamil pada setiap perusahaan berbeda-beda aturannya. Namun, umumnya karyawan yang akan mengambil cuti wajib memberikan pemberitahuan secara lisan dan tulisan kepada manajemen bahwa akan mengambil cuti hamil. Cuti yang diajukan pun harus jelas agar perusahaan mengetahui secara detail.
Dari manajemen nantinya akan menindaklanjuti dengan memberikan waktu cuti sesuai yang pengajuan dari pihak karyawan.
4. Jika karyawan mengalami keguguran, apakah mendapatkan cuti?
Ya, umumnya perusahaan telah mengatur kebijakan tentang karyawan yang mengalami keguguran. Durasi cuti yang diberikan kurang lebih 1,5 bulan, namun harus disertai dengan surat keterangan dari dokter.
Hal ini juga terkait dengan penjelasan pasal 82 ayat 1 yang menjelaskan bahwa lamanya waktu istirahat cuti hamil dapat diperpanjang. Hanya saja harus berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Jika kondisi kesehatan sang Ibu membutuhkan waktu istirahat lebih lama, maka perusahaan dapat memberikan tambahan waktu cuti.
5. Apakah karyawan tetap mendapatkan gaji selama cuti hamil?
Ya, pasal 84 mengatur tentang hal ini. Pasal tersebut berbunyi, "Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, pasal 80 dan pasal 82, berhak mendapat upah penuh."
Ini artinya meski karyawan tersebut tidak hadir bekerja karena menggunakan hak cuti hamil, ia tetap berhak mendapatkan gaji yang sama selama masa cuti. Sementara untuk tunjangan seperti uang makan atau uang transportasi boleh tidak diberikan.
Itulah kumpulan pertanyaan-pertanyaan dasar yang biasanya ditanyakan terkait cuti hamil. Agar lebih jelas, Mama bisa berkonsultasi dengan tim HR di perusahaan masing-masing ya, Ma.
Semoga informasi ini membantu dan bermanfaat.
Baca Juga:
- Siapkan dari Sekarang, 10 Langkah Merencanakan Cuti Melahirkan
- 5 Kegiatan Positif Ini Bisa Suami Lakukan Selama Istri Cuti Melahirkan
- Bagaimana Cara Bertahan Selama Cuti Melahirkan dan Tidak Digaji?